Sabtu, 21 Mei 2011

Jendela Hati

Aku Ingin Hidup Secerah Mentari
Yang Menyinar Di Taman Hatiku
Aku Ingin Seriang Kicauan Burung
Yang Terdengar Di Jendela Kehidupan

Aku Ingin Segala Galanya damai
Penuh Mesra Membuah Ceria
Aku Ingin Menghapus Duka Dan Lara
Melerai Rindu Di Dalam Dada

Sedamai Pantai Yang Memutih

Sebersih Titisan Embunan Pagi
Dan Ukhuwah Kini Pasti Berputik
Menghiasi Taman Kasih Yang Harmoni

Seharum Kasturi Seindah Pelangi

Segalanya Bermula Di Hati Di Sini...

Puisi spesial untuk akhwat


Oh… Akhwat
Wanita anggun pembasmi maksiat
Busananya rapi menutup aurat
Paling anti pake pakaian ketat
Katanya sich, ini salah satu ciri muslimah yang taat

Oh… Akhwat
 
Rajin mengaji dan tahajud dimalam yang pekat
Alasannya, biar selamat dunia dan akhirat
Ngga lupa dia doa dan munajat
Agar mendapat teman sejati dalam waktu cepat

Oh… Akhwat
 
Aktivitasnya begitu padat
Kuliah, organisasi sampe-sampe sehari 3 x ngikutin rapat
Ada juga yang ngajar TPA dan ngajar privat
Demi Allah, semua dilakukan dengan semangat

Oh… Akhwat
 
Tapi hari ini kok seperti kurang sehat?
Badan lesu dan muka keliatan pucat
Jalannya lunglai dibawah terikan matahari yang menyengat
Ooo.. ternyata dia, magh nya lagi kumat
(Abis… waktu sarapan cuma makan sepotong kue donat!)


Oh… Akhwat 
Banyak juga yang berjerawat
Dari yang kecil-kecil sampe yang segede tomat
Padahal sudah nyobain semua sabun dan juga obat
( Sabar… sering wudhu lama2 juga ilang, Wat!)

Oh… Akhwat
 
Sering betul kirim SMS buat para sahabat
Isinya kalo ngga ngundang syuro, ya.. ngasih tausiyah atau nasihat
Walau kadang terasa bikin pulsa ngga’ bisa hemat

Oh… Akhwat
 
Seneng banget kalo makan coklat
Nggak sadar kalo gigi udah pada berkarat
Gara-gara sebulan sekali baru disikat
(Hiii… jorok nian kau, Wat!)

Oh… Akhwat
 
Paling seru waktu kumpul sesama akhwat
Ngobrolin dakwah sampe hal-hal yang kadang kurang manfaat
Apalagi kalau sudah pada saling curhat
Bisa-bisa air mata mengalir begitu lebat
( Wiih, curhat apaan tuh, Wat!)

Oh… Akhwat
 
Paling berani kalo di ajak debat
Siap bertahan sampe lawan bicaranya mulai sekarat
1 jam.. 2 jam.. 3 jam.. Wuiih dia masih kuat..!
4 jam….? Woy berenti…! waktunya sudah masuk sholat..!!

Oh… Akhwat
 
Sore-sore makan soto babat
Makannya rame-rame bareng temen satu liqo’at
Maklum, hari itu ada yang baru punya hajat
Baru wisuda… walaupun wisudanya bareng adek2 tingkat

Oh… Akhwat
 
Nonton konser Izzis sambil lompat-lompat
Tak terasa badan mulai capek dan mulai berkeringat
Sampai nggak sadar kalo ada copet yang mulai mendekat
( Tenang…. Si Ukhti kan sudah belajar silat..!!)

Akhwat… Akhwat…
 
Pergi kuliah di hari Jumat
Buru-buru karena takut datangnya telat
Padahal hawa kantuk masih terasa melekat
Gara-gara Facebookkan tengah malem sampe jam 1 lewat
( So.. What gitu Wat ?!)

Oh… Akhwat
 
Banyak yang nggak mau dimadu, apalagi jadi istri ke empat
( Waduh, kalau yang ini ane nggak berani nerusin, Wat!)

Oh… Akhwat
 
Mau lebaran bantuin ibu buat ketupat
Hati gembira karena mau ketemu sanak kerabat
Tapi kesel saat ditanya… Lebaran ini masih sendiri, Wat?

Oh… Akhwat
 
Berharap sang pengeran datang tidak terlambat
Untuk menjemput ke hidup baru yang penuh rahmat
Namun apa daya saat proses ta’aruf jadi tersendat
Gara-gara sang Ikhwan, malah akhirnya ngurungin niat
( Huuu.. reseh banget tuh Ikhwan, Wat!)

Oh… Akhwat
 
Masih Banyakkah yang seperti Fatimah Binti Muhammad?
Yang memilih pendamping bukan kerena harta, tahta dan martabat
Atau hanya tertarik pada gemerlap dunia yang sesaat
Tapi… Agama dan Akhlak itulah yang ia lihat
Wah.. kalau ada… ane pesen satu Wat! *peace*
( Please dong akh, Wat! )

Oh… Akhwat
 
Hidup memang tak selamanya nikmat
Kadang ringan kadang juga terasa berat
Tapi teruslah Istiqomah kau di setiap saat
Karena engkaulah…. Bidadari Harapan Ummat!

Maap ya.. Wat!
 

Kalau ada kata-kata salah yang didapat
Maklum, yang buat bukannya Akhwat
Udah dulu ya.. yang buat matanya udah 5 Watt!

HIDUP AKHWAT!!!

Minggu, 01 Mei 2011

Teruntuk ukhti yang ana cintai….,


Ukhti fillah yang dicintai Allah…, kaifa haluki wa kaifa imanuki ? ana berharap anti dalam keadaan khoir wal ‘afiyah. Begitu juga hati dan iman anti -yang saat lalu anti mengadu bahwa ia sedang ‘sakit’ dan yanqush- semoga Allah memberikan cahaya-Nya dan melembutkannya dengan belaian kasih sayang-Nya dan rahmat-Nya.
Ukhti, risalah ini sengaja ana tulis untuk anti berkaitan dengan curhat anti tempo hati mengenai ‘amburadulnya’ kondisi ruhiyah anti karena terlalu seringnya anti bekerjasama dan bermuamalah dengan seorang ikhwan, partner dakwah anti.
Ukh, ana memahami kondisi anti sebagai aktivis dakwah yang mau tidak mau mengharuskan anti untuk menjalin komunikasi dengan ikhwan, yang notabene anti adalah sosok yang cukup sensitif dan rawan jika harus berinteraksi dengan mereka. Ikhwan -dengan segala predikat dan atribut yang melekat padanya- ternyata bisa membuat sebuah ‘variasi’ tersendiri bagi warna-warni perjalanan hati seorang akhwat (bahkan yang sudah ‘ngaji’ lama dan sudah ‘mudeng’-nggak nyindir loh ?!). Well, terbukti bukan hanya akhwat yang bisa menjadi sumber fitnah, ternyata ikhwan juga.
Ukhti…, terus terang ana memang tidak menafikan adanya different bear yang menjalari hati ketika harus berkomunikasi dengan lawan jenis yang berembel-embel ikhwan (dan pastinya belum menikah) itu. Dan sepertinya…hampir tiap akhwat maupun ikhwan pun demikian, diakui atau tidak. entah kenapa. mungkin seperti yang ana katakan tadi, wilayah ini memang sangat rawan. Dangerous area, mungkin itu sebutan yang pas, bahkan kalau boleh ana gambarkan, ikwan dan akhwat itu ibarat magnet yang memiliki dua kutub berbeda yang saling tarik menarik dengan daya magnetis yang tinggi (yang kalau tidak dijaga benar-benar bisa fatal).
Dalam kesempatan ini ana tidak akan mengemukakan hal-hal yang bersifat ‘teoritik’ sebagai feedback terhadap aduan anti yang lalu. dan afwan jika risalah ini cukup ‘keras’. Karena ana sadar betul anti bukanlah ‘akwat kemaren sore’ yang belum tahu apa-apa.  dan ana juga yakin benar, anti pun sudah faham ilmunya (apalagi predikat sebagai aktivis dakwah dan da’iyah tersandang dalam sosok anti, sehingga membuat ana semakin yakin tentang kefahaman anti, begitu khan ?)
Ukhti fillah yang ana cintai…, ana mengakui bahwa membangun komunikasi dengan ikhwan memang berat. bukan berat di fisik namun di hati. awalnya memang bisa untuk bertahan….tapi lama kelamaan timbul simpati….dan bisa-bisa akhirnya ada ‘rasa’ yang lain….indefinable feeling…,apalagi jika harus banyak-banyak berinteraksi dengan mereka, apalagi kalau sudah menyinggung masalah-masalah pribadi, bahkan sampai curhat segala, plus sering-sering bertemu dan melihat. waah bisa ancur hati dan iman anti (wal iyazhu billah !) berat memang ketika harus menjalin hubungan dengan mereka, hatta mengatasnamakan kepentingan dakwah. berat banget, ukh !
Itulah…kalau memang anti sudah tak kuasa membendung gharizatun nau’ anti terhadap ikhwan tersebut, langkah yang paling afdhol adalah memutuskan hubungan dengan dia. Hentikan komunikasi. Disconnect ! hindari celah-celah yang dapat menjadi sarana untuk berinteraksi dengan dia.  Jauhi dia, ukh ! no more interaction, stop here !! itu adalah jurus jitu untuk menyelamatkan hati dan iman anti, jika anti benar-benar ingin selamat.
Dan jika memang benar anti tidak bisa menghentikan secara total hubungannya dengan dia dengan alasan anti tidak ingin surut dari belantara dakwah  dan ingin tetap melaksanakan amanah anti dalam dakwah tersebut, maka yang harus anti lakukan adalah melawan ‘virus merah jambu’ yang menyerang anti. anti harus berusaha keras untuk fight ! jangan biarkan ia menguasai hati dan menggerogoti keistiqomahan anti.  Jangan biarkan ia terus menerus menginvasi. LAWAN, UKHT ! LAWAN !!!
Ukh, jika anti memang meniatkan diri -ketika menjalin kontak dengan dia dan mereka- adalah untuk dakwah, maka jangan ada muatan lain selain untuk kemaslahatan dakwah (anti nggak mau kan termasuk orang-orang yang mengatasnamakan kepentingan dakwah untuk tendensi-tendensi pribadi ?! jaga arah hati dan…waspada !!!).
Ukhtiku yang ana cintai….masalah dalam iqomatuddin itu buaanyaak dan seabrek ! coba anti lihat wajah umat hari ini, betapa banyak masalah mereka yang harus ditangani. anti lihat wajah generasi penerus kita, anti lihat dien kita saat ini ?! mereka membutuhkan ‘kerja’ kita ukh. mereka memerlukan sumbangan tenaga, pikiran, waktu dan seluruh potensi kita.
Tidakkah anti berfikir tentang tangisan pilu saudara-saudara muslim yang dibantai, dianiaya, diteror dan diintimidasi ? tidakkah anti mendengar jeritan para ummahat dan anak-anak yang menjadi sasaran peluru dan peledak ? akankah anti sibuk dengan ‘urusan sepele’ tersebut sementara para ikhwah seperjuangan mati-matian untuk mempertahankan dien dan izzah mereka….akankah anti ‘bermain-main dengan perasaan anti dan terjebak di dalamnya’ sementara ma’rakatul jihad dan medan-medan konflik dipenuhi dengan genangan air mata dan darah para syuhada’ ?! renungilah ukh…..RENUNGI DAN FAHAMI ! masih banyak yang harus kita fikirkan, masih banyak hal-hal yang lebih pantas menyita ruang fikir kita daripada hal-hal sepele seperti itu….masalah-masalah iqomatuddin jauuuh lebih besar dari masalah-masalah semacam itu…sekali lagi, RENUNGI DAN HAYATI !
Ukhti fillah rahimakumulloh….marilah kita fahami tabiat dien ini. sungguh, dien ini adalah dien yan suci, yang tidak akan tegak kecuali dengan cara yang suci dan orang-orang yang suci pula. harapan ana, semoga kita bisa mengislah masing-masing diri kita, tetap menjaga kelurusan niat, kesucian hati dan jiwa kita, serta tetap tsabat di atas jalan-Nya. be istiqomah, ukh !
Masih ingat perkataan ibnu taimiyah kan ? “Tiada kebahagiaan dan kelezatan sempurna bagi hati selain kecintaan kepada Allah dan upaya mendekatkan diri kepada-Nya dengan hal-hal yang dicintai-Nya. sementara cinta tidak akan ada kecuali dengan berpaling dari semua kecintaan kepada selain-Nya. ” indah bukan ?! semoga Allah selalu mencurahkan manisnya iman kepada-Nya dan hangat cinta-Nya, kepada kita semua.
Satu hal yang tidak boleh anti lewatkan adalah ‘muraqabatullah’, pengawasan Allah, ukh. Innallaha ala bi kulli sya’in ‘alim. Malu lah kepada-Nya. Malu lah kepada Dzat yang Maha Mengetahui segala apa yang tersembunyi dalam hati.
ukh…,jangan lupa untuk selalu melakukan self control. pengendalian intern terhadap diri anti itulah yang akan menjadi basis kekuatan untuk memukul mundur ‘virus-virus busuk’ dalam perjalanan  iman anti. manage baik-baik self control anti, yaa….
pesan ana, kuatkan diri anti di jalan dakwah. perjalanan kita masih panjang. masih banyak lagi tribulasi dakwah yang akan kita temui. hadapi, atasi, dan jangan lari !, anggap saja accident yang menimpa hati dan iman anti tersebut sebagai bentuk mihnah, ujian dari Allah. bertahanlah, ukh ! tetaplah tegar di atas jalan-Nya. meskipun berat dan menyakitkan,….tetaplah bertahan ! bersabarlah untuk tidak bermaksiat kepada-Nya ! Ishbiru wa shabiru…,
Terakhir, Allahu ma’ana ukh…,always-lah berdoa, berikhtiar dan tawakal. insya’Allah doa ana juga menyertai anti


http://www.oaseimani.com/teruntuk-ukhti-yang-ana-cintai.html

Surat Cinta untukmu Akhi…,


Malam telah larut terbentang. Sunyi. Dan aku masih berfikir tentang dirimu, akhi. Jangan salah sangka ataupun menaruh prasangka. Semua semata-mata hanya untuk muhasabah terutama bagi diriku, makhluk yang Rasulullah SAW sinyalirkan sebagai pembawa fitnah terbesar.—Suratmu sudah kubaca dan disimpan. Surat yang membuatku gementar. Tentunya kau sudah tahu apa yang membuatku nyaris tidak boleh tidur kebelakangan ini.
“Ukhti, saya sering memperhatikan anti. Kalau sekiranya tidak dianggap lancang, saya berniat berta’aruf dengan anti.”
Jujur kukatakan bahwa itu bukan perkataan pertama yang dilontarkan ikhwan kepadaku. Kau orang yang kesekian. Tetap saja yang ‘kesekian’ itu yang membuatku diamuk perasaan tidak menentu. Astaghfirullahaladzim. Bukan, bukan perasaan melambung kerana merasakan diriku begitu mendapat perhatian. Tetapi kerana sikapmu itu mencampak ke arah jurang kepedihan dan kehinaan. ‘Afwan kalau yang terfikir pertama kali di benak bukannya sikap memeriksa, tapi malah sebuah tuduhan: ke mana ghaddhul bashar-mu?
Akhifillah, Alhamdulillah Allah mengaruniakan dzahir yang jaamilah. Dulu, di masa jahiliyah, karunia itu sentiasa membawa fitnah. Setelah hijrah, kufikir semua hal itu tidak akan berulang lagi. Dugaanku ternyata salah. Mengapa fitnah ini justeru menimpa orang-orang yang ku hormati sebagai pengemban risalah da’wah ? Siapakah di antara kita yang salah?
***********

“Adakah saya kurang menjaga hijab, ukh?” tanyaku kepada Aida, teman sebilikku yang sedang mengamati diriku. Lama. Kemudian, dia menggeleng.
“Atau baju saya? Sikap saya?”—“Tidak, tidak,” sergahnya menenangkanku yang mulai berurai air mata.
“Memang ada perubahan sikap di kampus ini.”
“Termasuk diri saya?”
“Jangan menyalahkan diri sendiri meskipun itu bagus, senantiasa merasa kurang iman. Tapi tidak dalam hal ini. Saya cukup lama mengenali anti dan di antara kita telah terjalin komitmen untuk saling memberi tausiyah jika ada yang lemah iman atau salah. Ingat?”
Aku mengangguk. Aida menghela nafas panjang.
“Saya rasa ikhwan itu perlu diberi tausiyah. Hal ini bukan perkara baru kan ? Maksud saya dalam meng-cam akhwat di kampus.” Sepi mengembang di antara kami. Sibuk dengan fikiran masing-masing… .
“Apa yang diungkapkan dalam surat itu?”
“Ia ingin berta’aruf. Katanya dia sering melihat saya memakai jilbab putih. Anti tahu bila dia bertekad untuk menulis surat ini? Ketika saya sedang menjemur pakaian di depan rumah ! Masya Allah…. dia melihat sedetail itu.”
“Ya.. di samping itu tempoh masa anti keluar juga tinggi.”
“Ukhti…,” sanggahku, “Anti percaya kan kalau saya keluar rumah pasti untuk tujuan syar’ie?”
“InsyaAllah saya percaya. Tapi bagi anggapan orang luar, itu masalah yang lain.”
Aku hanya mampu terdiam. Masalah ini senantiasa hadir tanpa ada suatu penyelesaian. Jauh dalam hati selalu tercetus keinginan, keinginan yang hadir semenjak aku hijrah bahwa jika suatu saat ada orang yang memintaku untuk mendampingi hidupnya, maka hal itu hanya dia lakukan untuk mencari keridhaan Rabb-nya dan dien-ku sebagai tolok ukur, bukan wajahku. Kini aku mulai risau mungkinkah harapanku akan tercapai?
************
Akhifillah, Maaf kalau saya menimbulkan fitnah dalam hidupmu. Namun semua bukan keinginanku untuk beroleh wajah seperti ini. Seharusnya di antara kita ada tabir yang akan membersihkan hati dari penyakitnya. Telah ku coba dengan segenap kemampuan untuk menghindarkan mata dari bahaya maksiat. Alhamdulillah hingga kini belum hadir sosok putera impian yang hadir dalam angan-angan. Semua ku serahkan kepada Allah ta’ala semata.
Akhi, Tentunya antum pernah mendengar hadits yang tersohor ini. Bahwa wanita dinikahi kerana empat perkara: kecantikannya, hartanya, keturunannya, atau diennya. Maka pilihlah yang terakhir kerana ia akan membawa lelaki kepada kebahagiaan yang hakiki.

Kalaulah ada yang mendapat keempat-empatnya, ibarat ia mendapat syurga dunia. Sekarang, apakah yang antum inginkan? Wanita shalihah pembawa kedamaian atau yang cantik tapi membawa kesialan? Maaf kalau di sini saya terpaksa berburuk sangka bahwa antum menilai saya cuma sekadar fisik belaka. Bila masanya antum tahu bahwa dien saya memenuhi kriteria yang bagus? Apakah dengan melihat frekuensi kesibukan saya? Frekuensi di luar rumah yang tinggi?
Tidak. Antum tidak akan pernah tahu bila masanya saya berbuat ikhlas lillahi ta’ala dan bila masanya saya berbuat kerana riya’. Atau adakah antum ingin mendapatkan isteri wanita cantik yang memiliki segudang prestasi tetapi akhlaknya masih menjadi persoalan? Saya yakin sekiranya antum diberikan pertanyaan demikian, niscaya tekad antum akan berubah.
Akhifillah, Tanyakan pada setiap akhwat kalau antum mampu. Yang tercantik sekalipun, maukah ia diperisterikan seseorang kerana dzahirnya belaka? Jawabannya, insya Allah tidak. Tahukah antum bahwa kecantikan zahir itu adalah mutlak pemberian Allah; Insya Allah antum tahu. Ia satu anugerah yang mutlak yang tidak boleh ditawar-tawar jika diberikan kepada seseorang atau dihindarkan dari seseorang. Jadi, manusia tidak mendapatkannya melalui pengorbanan. Lain halnya dengan kecantikan bathiniyyah. Ia melewati proses yang panjang. Berliku. Melalui pengorbanan dan segala macam pengalaman pahit. Ia adalah intisari dari manisnya kata, sikap, tindak tanduk dan perbuatan. Apabila seorang lelaki menikah wanita kerana kecantikan batinnya, maka ia telah amat sangat menghargai perjuangan seorang manusia dalam mencapai kemuliaan jati dirinya. Faham?

Akhifillah, Tubuh ini hanya pinjaman yang terpulang pada-Nya bila-bila masa mengambilnya. Tapi ruh, kecantikannya menjadi milik kita yang abadi. Kerananya, manusia diperintahkan untuk merawat ruhiyahnya bukan hanya jasmaninya yang boleh usang dan koyak sampai waktunya.
Akhifillah, Kalau antum ingin mencari akhwat yang cantik, antum juga seharusnya menilai pihak yang lain. Mungkin antum tidak memerhatikannya dengan teliti. (Alhamdulillah, tercapai maksudnya untuk keluar rumah tanpa menimbulkan perhatian orang). Pakaiannya sederhana, ia hanya memiliki beberapa helai. Dalam waktu seminggu antum akan menjumpainya dalam jubah-jubah yang tidak banyak koleksinya. Tempoh masanya untuk keluar rumah tidak lama. Ia lebih suka memasak dan mengurus rumah demi membantu kepentingan saudari-saudarinya yang sibuk da’wah di luar. Ia nyaris tidak mempunyai keistimewaan apa-apa kecuali kalau antum sudah melihat shalatnya. Ia begitu khusyu’. Malam-malamnya dihiasi tahajjud dengan uraian air mata. Dibaca Qur’an dengan terisak. Ia begitu tawadhu’ dan zuhud. Ah, saya iri akan kedekatan dirinya dengan Allah. Benar, ia mengenal Rabbnya lebih dari saya. Dalam ketenangannya, ia tampak begitu cantik di mata saya. Beruntung ikhwan yang kelak memperisterikannya… (saya tidak perlu menyebut namanya.)
**********
Malam semakin beranjak. Kantuk yang menghantar ke alam tidur tidak menyerang saat surat panjang ini belum usai. Tapi, sudah menjadi kebiasaanku tidak boleh tidur tenang bila saudaraku tercinta tidak hadir menemani. Aku tergugat apabila merasakan bantal dan guling di samping kanan telah kehilangan pemilik. Rasa penat yang belum ternetral menyebabkan tubuhku terhempas di sofa.
Aida sedang diam dalam kekhusyu’kan. Wajahnya begitu syahdu, tertutup oleh deraian air mata. Entah apa yang terlintas dalam qalbunya. Sudah pasti ia merasakan aku tidak heran saat menyaksikannya. Tegak dalam rakaatnya atau lama dalam sujudnya.
“Ukhti, tidak solat malam? “ tanyanya lembut seusai melirik mata.
“Ya, sekejap,” kupandang wajahnya. Ia menatap jauh keluar jendela ruang tamu yang dibiarkan terbuka. “Dzikrul maut lagi?”
“Khusnudzan anti terlalu tinggi.”
Aku tersenyum. Sikap tawadhu’mu, Aida, menyebabkan bertambah rasa rendah diriku. Angin malam berhembus dingin. Aku belum mau beranjak dari tempat duduk. Aida pun nampaknya tidak meneruskan shalat. Ia kelihatan seperti termenung menekuri kegelapan malam yang kelam.
“Saya malu kepada Allah,” ujarnya lirih.
“Saya malu meminta sesuatu yang sebenarnya tidak patut tapi rasanya keinginan itu begitu mendesak dada. Siapa lagi tempat kita meminta kalau bukan diri-Nya?”
“Apa keinginan anti, Aida?”
Aida menghela nafas panjang.
“Saya membaca buku Syeikh Abdullah Azzam pagi tadi,” lanjutnya seolah tidak menghiraukan. “Entahlah, tapi setiap kali membaca hasil karyanya, selalu hadir simpati tersendiri. Hal yang sama saya rasakan tiap kali mendengar nama Hasan al-Banna, Sayyid Quthb atau mujahid lain saat nama mereka disebut. Ah, wanita macam mana yang dipilihkan Allah untuk mereka? Tiap kali nama Imaad Aql disebut, saya bertanya dalam hati: Wanita macam mana yang telah Allah pilih untuk melahirkannya?”
Aku tertunduk dalam-dalam.
“Anti tahu,” sambungnya lagi, “Saya ingin sekiranya boleh mendampingi orang-orang sekaliber mereka. Seorang yang hidupnya semata-mata untuk Allah. Mereka tak tergoda rayuan harta dan benda apalagi wanita. Saya ingin sekiranya boleh menjadi seorang ibu bagi mujahid-mujahid semacam Immad Aql…”
Air mataku menitis perlahan. Itu adalah impianku juga, impian yang kini mulai kuragui kenyataannya. Aida tak tahu berapa jumlah ikhwan yang telah menaruh hati padaku. Dan rasanya hal itu tak berguna diketahui. Dulu, ada sebongkah harapan kalau kelak lelaki yang mendampingiku adalah seorang mujahid yang hidupnya ikhlas kerana Allah. Aku tak menyalahkan mereka yang menginginkan isteri yang cantik. Tidak. Hanya setiap kali bercermin, ku tatap wajah di sana dengan perasaan duka. Serendah inikah nilaiku di mata mereka? Tidakkah mereka ingin menilaiku dari sudut kebagusan dien-ku?
“Ukhti, masih tersisakah ikhwah seperti yang kita impikan bersama?” desisku.
Aida meramas tanganku. “Saya tidak tahu. Meskipun saya sentiasa berharap demikian. Bukankah wanita baik untuk lelaki baik dan yang buruk untuk yang buruk juga?”
“Anti tak tahu,” air mata mengalir tiba-tiba. “Anti tak tahu apa-apa tentang mereka.”
“Mereka?”
“Ya, mereka,” ujarku dengan kemarahan terpendam. “Orang-orang yang saya kagumi selama ini banyak yang jatuh berguguran. Mereka menyatakan ingin ta’aruf. Anti tak tahu betapa hancur hati saya menyaksikan ikhwan yang qowiy seperti mereka takluk di bawah fitnah wanita.”
“Ukhti!”
“Sungguh, saya terfikir bahwa mereka yang aktif da’wah di kampus adalah mereka yang benar-benar mencintai Allah dan Rasulnya semata. Ternyata mereka mempunyai sekelumit niat lain.”
“Ukhti, jangan su’udzan dulu. Setiap manusia punya kelemahan dan saat-saat penurunan iman. Begitu juga mereka yang menyatakan perasaan kepada anti. Siapa yang tidak ingin punya isteri cantik dan shalihah?”
“Tapi, kita tahukan bagaimana prosedurnya?”
“Ya, memang…”
“Saya merasa tidak dihargai. Saya berasa seolah-olah dilecehkan. Kalau ada pelecehan seksual, maka itu wajar kerana wanita tidak menjaga diri. Tapi saya…. Samakah saya seperti mereka?”
“Anti berprasangka terlalu jauh.”
“Tidak,” aku menggelengkan kepala. “Tiap kali saya keluar rumah, ada sepasang mata yang mengawasi dan siap menilai saya mulai dari ujung rambut -maksud saya ujung jilbab- hingga ujung sepatu. Apakah dia fikir saya boleh dinilai melalui nilaian fisik belaka..”
“Kita berharap agar ia bukan jenis ikhwan seperti yang kita maksudkan.”
“Ia orang yang aktif berda’wah di kampus ini, ukh.”
Aida memejamkan mata. Bisa kulihat ujung matanya basah. Kurebahkan kepala ke bahunya. Ada suara lirih yang terucap,
“Kasihan risalah Islam. Ia diemban oleh orang-orang seperti kita. Sedang kita tahu betapa berat perjuangan pendahulu kita dalam menegakkannya. Kita disibukkan oleh hal-hal sampingan yang sebenarnya telah diatur Allah dalam kitab-Nya. Kita tidak menyibukkan diri dalam mencari hidayah. Kasihan bocah-bocah Palestin itu. Kasihan saudara-saudara kita di Bosnia . Adakah kita boleh menolong mereka kalau kualitas diri masih seperti ini? Bahkan cinta yang seharusnya milik Allah masih berpecah-pecah. Maka, kekuatan apa yang masih ada pada diri kita?”
Kami saling bertatapan kemudian. Melangkau seribu makna yang tidak mampu dikatakan oleh kosa kata. Ada janji. Ada mimpi. Aku mempunyai impian yang sama seperti Aida: mendukung Islam di jalan kami. Aku ingin mempunyai anak-anak seperti Asma punyai. Anak-anak seperti Immad Aql. Aku tahu kualiti diri masih sangat jauh dari sempurna. Tapi seperti kata Aida; Meskipun aku lebih malu lagi untuk meminta ini kepada-Nya. Aku ingin menjadi pendamping seorang mujahid ulung seperti Izzuddin al-Qassam.
Akhifillah, Mungkin antum tertawa membaca surat ini. Ah akhwat, berapa nilaimu sehingga mengimpikan mendapat mujahid seperti mereka? Boleh jadi tuntutanku terlalu besar. Tapi tidakkah antum ingin mendapat jodoh yang setimpal? Afwan kalau surat antum tidak saya layani. Saya tidak ingin masalah hati ini berlarutan. Satu saja yang saya minta agar kita saling menjaga sebagai saudara. Menjaga saudaranya agar tetap di jalan yang diridhai-Nya. Tahukah antum bahwa tindakan antum telah menyebabkan saya tidak lagi berada di jalan-Nya? Ada riya’, ada su’udzhan, ada takabur, ada kemarahan, ada kebencian, itukah jalan yang antum bukakan untuk saya, jalan neraka? –‘Afwan.
Akhifillah, Surat ini seolah menempatkan antum sebagai tertuduh. Saya sama sekali tidak bermaksud demikian. Kalau antum mahu cara seperti itu, silakan. Afwan, tapi bukan saya orangnya. Jangan antum kira kecantikan lahir telah menjadikan saya merasa memiliki segalanya. Jesteru, kini saya merasa iri pada saudari saya. Ia begitu sederhana. Tapi akhlaknya bak lantera yang menerangi langkah-langkahnya. Ia jauh dari fitnah. Sementara itu, apa yang saya punyai sangat jauh nilainya. Saya bimbang apabila suatu saat ia berhasil mendapatkan Abdullah Azzam impiannya, sedangkan saya tidak.

Akhifillah, ‘Afwan kalau saya menimbulkan fitnah bagi antum. Insya Allah saya akan lebih memperbaiki diri. Mungkin semua ini sebagai peringatan Allah bahwa masih banyak amalan saya yang riya’ maupun tidak ikhlas. Wallahua’lam. Simpan saja cinta antum untuk isteri yang telah dipilihkan Allah. Penuhilah impian ratusan akhwat, ribuan ummat yang mendambakan Abdullah Azzam dan Izzuddin al-Qassam yang lain. Penuhilah harapan Islam yang ingin generasi tangguh seperti Imaad Aql. Insya Allah antum akan mendapat pasangan yang bakal membawa hingga ke pintu jannah.
Akhifillah, Malam bertambah-dan bertambah larut. Mari kita shalat malam dan memandikan wajah serta mata kita dengan air mata. Mari kita sucikan hati dengan taubat nasuha. Pesan saya, siapkan diri antum menjadi mujahid. Insya Allah, akan ada ratusan Asma dan Aisyah yang akan menyambut uluran tangan antum untuk berjihad bersama-sama.
Salam dari ukhtukum fillah.

Saudaraku yang sedang dalam Masa Penantiannya


saudaraku….
wanita muslimah…laksana bunga….yang menawan…
wanita muslimah yang sholehah….bagaikan sebuah perhiasan yang tiada ternilai harganya….
Begitu indah…
begitu berkilau…
begitu menentramkan…
teramat banyak yang ingin meraih bunga tersebut…
namun tentunya….tak sembarang orang berhak meraihnya….menghirup sarinya….
hanya yang dia yang benar-benar terpilihlah…yang dapat memetiknya…
yang dapat meraih pesonanya…
dengan harga mahal yang teramat suci…
sebuah ikatan amat indah…bernama pernikahan…
karena itu…sebelum saatmu tiba….
janganlah engkau biarkan seorang muslimah layu sebelum masanya…
jangan kau menjadikan serigala liar membuatnya bahan permainan dalam keisenganmu…
Jangan kau biarkan ia permainkan hatimu yang rapuh….atas nama taaruf…atas nama cinta…
Ya…atas nama cinta…
jangan kau biarkan ia permainkan hatimu yang rapuh….atas nama taaruf…atas nama cinta
Kau tau saudaraku…??
Jika seseorang jatuh cinta….maka cinta akan membungkus seluruh aliran darahnya…membekuknya dalam jari-jarinya…dan menutup semua mata…hati dan pikirannya….
Membuat seseorang lupa akan prinsipnya….
Membuat seseorang lupa akan besarnya fitnah ikhwan-akhwat…
Membuat seseorang lupa akan apa yang benar dan apa yang seharusnya ia hindarkan…
Membuat seseorang itu lupa akan apa yang telah ia pelajari sebelumnya tentang batasan-batasan pergaulan ikhwan akhwat…
Membuat seseorang menyerahkan apapun…supaya orang yang ia cintai…”bahagia” atau ridho terhadap apa yang ia lakukan…
Membuat orang tersebut lupa…bahwa….cinta mereka belum tentu akan bersatu dalam pernikahan….
Ya saudaraku….akhi fillah…
Jangan sampai cinta menjerumuskanmu dalam lubang yang telah engkau tutup rapat sebelumnya…
Karena itu…jika engkau mulai menyadari adanya benih-benih cinta mulai tertanam lembut dalam hatimu yang rapuh…segeralah…buat sebuah benteng yang tebal…yang kokoh…
Tanam rumput beracun disekelilingnya…
Pasang semak berduri di muara-muaranya
Cinta sejati hanyalah pada Rabbul Izzati. Cinta yang takkan bertepuk sebelah tangan. Namun Allah tidak egois mendominasi cinta hamba-Nya. Dia berikan kita cinta kepada anak, istri, suami, orang tua, kaum muslimin…
Cinta begitu dasyat pengaruhnya…jika engkau tau….
Karena itu…jika engkau mulai menyadari adanya benih-benih cinta mulai tertanam lembut dalam hatimu yang rapuh…segeralah…buat sebuah benteng yang tebal…yang kokoh…
Tanam rumput beracun disekelilingnya…
Pasang semak berduri di muara-muaranya….
Berlarilah menjauhinya…menjauhi orang yang kau cintai….
Buat jarak yang demikian lebar padanya….
jangan kau berikan ia kesempatan untuk menjajaki hatimu…
Biarlah air mata mengalir untuk saat ini…
Karena kelak yang akan kalian temui adalah kebahagiaan…
biarlah sakit ini untuk sementara waktu…
biarlah luka ini mengering dengan berjalannya kehidupan…
Karena…cinta tidak lain akan membuat kalian sendiri yang menderita…
Kalian sendiri…
Saudaraku…. tentunya sudah mengerti dan paham…
bagaimana rasanya jika sedang jatuh cinta…
jika dia jauh..kita merasa sakit karena rindu…
jika ia dekat…kita merasa sakit…karena takut kehilangan….
padahal…ia belum halal untukmu…dan mungkin tidak akan pernah menjadi yang halal…
karena itu…jauhilah ia…
jangan kau biarkan dia menanamkan benih-benih cinta di hatimu….dan kemudian mengusik hatimu…
jangan kau biarkan dia mempermainkanmu dalam kisah yang bernama cinta…
maka…bayangkanlah keadaan ini…tentang istrimu kelak…
saudaraku…..
sukakah engkau..??
apabila saat ini ternyata istrimu (kelak) sedang memikirkan pria yang itu bukan engkau..???
sukakah engkau..??
bila ternyata istrimu (kelak) saat ini tengah mengobrol akrab…tertawa riang…becanda…
saling menatap…
saling menggoda…
saling mencubit…
saling memandang dengan sangat…
saling menyentuh…???
dan bahkan lebih dari itu…??
sukakah engkau saudaraku…??
sukakah engkau bila ternyata saat ini istrimu (kelak) sedang jalan bersama pria lain yang itu bukan engkau…??
sukakah engkau…??
bila saat ini istrimu (kelak) tengah berpikir dan merencanakan pertemuan berikutnya…??
tengah disibukkan oleh rencana-rencana…apa saja yang akan ia lakukan bersama pria itu…??
tidak cemburukah engkau temanku..??
bila saat ini istrimu (kelak) sedang makan bareng bersama pria lain…
istrimu (kelak) saat ini sedang digoda oleh pria-pria….
istrimu (kelak) sedang ditelepon dengan mesra…
istrimu (kelak) saat ini sedang curhat dengan pria… yang berkata…”aku tak bisa jika sehari tak mengobrol denganmu…”
tidak cemburukah…?? tidak cemburukah…?? tidak cemburukaaaaahhhhhhhh……???
tidak terasa bagaimanakah..
jika istrimu (kelak) saat ini tengah beradu pandangan…
bercengkrama..
bercerita tentang masa depannya…
dengan pria lain yang bukan engkau…???
sukakah engkau kiranya istrimu (kelak) saat ini tidak bisa tidur karena memikirkan pria tersebut…??
menangis untuk pria tersebut…??
dan berkata dengan hati hancur…”aku sangat mencintamu…aku sangat mencintaimu…???”
tidak patah hatikah engkau…???
sukakakah engkau bila istrimu (kelak ) berkata pada pria lain..”tidak ada orang yang lebih aku cintai selain engkau…??”
menyebut pria tersebut dalam doanya…
memohon pada Allah supaya pria tersebut menjadi suaminya…
dan ternyata engkaulah yang kelak akan jadi suaminya…..dan bukan pria tersebut…???
jika engkau tidak suka akan hal itu…
jika engkau merasa cemburu….
maka demikian halnya dengan istrimu (kelak)…
dan…Allah jauh lebih cemburu daripada istrimu….
Allah lebih cemburu…saudaraku…
melihat engkau sendirian…namun pikirannmu enggan berpindah dari wanita yang telah mengusik hatimu tersebut….
saudaraku….kalian percaya takdir bukan..?
saudaraku….kalian percaya takdir bukan..?
apabila dua orang telah digariskan untuk dapat hidup bersama…
maka…
sejauh apapun mereka…
sebanyak apapun rintangan yang menghalangi…
sebesar apapun beda diantara mereka…
sekuat apapun usaha dua orang tersebut untuk menghindarkannya…
meski mereka tidak pernah komunikasi sebelumnya…
meski mereka sama sekali tidak pernah membayangkan sebelumnya…
meski mereka tidak pernah saling bertegur sapa…
PASTI tetap saja mereka akan bersatu….
seakan ada magnet yang menarik mereka…
akan ada hal yang datang…untuk menyatukan mereka berdua….
akan ada suatu kejadian…yang membuat mereka saling mendekat…dan akhirnya bersatu…
namun…
apabila dua orang telah ditetapkan untuk tidak berjodoh…
maka…
sebesar apapun usaha mereka untuk saling mendekat…
sekeras apapun upaya orang disekitar mereka untuk menyatukannya…
sekuat apapun perasaan yang ada diantara mereka berdua…
sebanyak apapun komunikasi diantara mereka sebelumnya…
sedekat apapun…
PASTI…akan ada hal yang membuat mereka akhirnya saling menjauh…
ada hal yang membuat mereka saling merasa tidak cocok…
ada hal yang membuat mereka saling menyadari bahwa memang bukan dia yang terbaik….
ada kejadian yang menghalangi mereka untuk bersatu…
bahkan ketika mereka mungkin telah menetapkan tanggal pernikahan…
namun…yang perlu dicatat disini adalah…
yakinlah…bahwa yang diberikan oleh Allah…
yakinlah…bahwa yang digariskan oleh Allah…
yakinlah…bahwa yang telah ditulis oleh Allah dalam KitabNya..
adalah…yang terbaik untuk kita….
adalah….yang paling sesuai untuk kita…
adalah…yang paling membuat kita merasa bahagia,,,,
karena Dialah…yang paling mengerti kita…lebih dari kita sendiri…
Dialah…yang paling menyayangi kita…
Dialah…yang paling mengetahui apa-apa yang terbaik untuk kita…
sementara kita hanya sedikit saja mengetahuinya…dan itupun hanya berdasarkan pada persangkaan kita…
dan….yang perlu kita catat juga adalah…
JIKA KITA TIDAK MENDAPATKAN SUATU HAL YANG KITA INGINKAN…ITU BUKAN BERARTI BAHWA KITA TIDAK PANTAS UNTUK MENDAPATKANNYA….NAMUN JUSTRU BERARTI BAHWA…KITA PANTAS…KITA PANTAS MENDAPATKAN YANG LEBIH BAIK DARI HAL TERSEBUT…
KITA PANTAS MENDAPATKAN YANG LEBIH BAIK…SAUDARAKU….
LEBIH BAIK….

meskipun saat ini…mata manusia kita tidak memahaminya…
meskipun saat itu…perasaan kita memandangnya dengan sebelah mata…
meskipun saat itu…otak kita melihatnya sebagai sesuatu yang buruk….
Tidak…jangan terburu-buru menvonis bahwa engkau telah diberikan sesuatu yang buruk….bahwa engkau tidak pantas….
karena kelak…engkau akan menyadarinya…
engkau akan menyadarinya perlahan…bahwa apa yang telah hilang darimu….bahwa apa yang tidak engkau dapatkan….bukanlah yang terbaik untukmu…bukanlah yang pantas untukmu…bukanlah sesuatu yang baik ,,,,untukmu….
karena itu…saudaraku…
jangan mubazirkan perasaanmu…air matamu…waktumu….
jangan kau umbar semua perasaan cintamu ketika engkau tengah menjalin proses taarufan…
jangan kau umbar semua kekuranganmu…jangan kau ceritakan semuanya…
jangan kau terlalu ngotot ingin dengannya…jika engkau mencintainya…
karena belum tentu dia adalah jodohmu…
pun jangan takut bila ternyata kalian tidak merasa cocok…
karena Allah telah menetapkan yang terbaik untuk kalian…
maka…memohonlah padaNya…
mintalah padanya diberikan petunjuk…dan dijauhkan dari segala godaan yang ada…
karena…cinta sebelum pernikahan…pada hakekatnya adalah sebuah cobaan yang berat…
Dan…percayalah…jodoh itu tidak ada kaitannya dengan banyak sedikitnya kenalan…banyak sedikitnya teman perempuan
sama sekali tidak…
karena jika laki-laki yang terjaga maka Allahlah yang akan mengirimkan pendamping untuknya…
karena laki-laki yang terjaga adalah laki-laki yang banyak didamba oleh seorang akhwat sejati…
jadi…jagalah dirimu…hatimu…kehormatanmu…sebelum saatnya tiba…
perbanyak bekalmu…dan doamu…
yakinlah…bahwa Allah yang akan memilihkan yang terbaik untukmu…
amien…
*Ya Allah…karuniakanlah kami seorang pasangan yang sholeh…
yang menjaga dirinya…
yang menjaga hatinya hanya untuk yang halal baginya…
yang senantiasa memperbaiki dirinya…
yang senantiasa berusaha mengikuti sunnah Rasulullah…
yang baik akhlaknya…
yang menerima kami apa adanya…
yang akan membawa kami menuju Jannah Mu Ya Rabb…
kabulkan ya Allah…
amien…
dan segerakanlah…karena hati kami teramat lemah…dan cinta sebelum menikah adalah sebuah cobaan yang berat…

 http://www.oaseimani.com/saudaraku-yang-sedang-dalam-masa-penantiannya.html

KHILAFAH ISLAMIYAH DAN ALAM MELAYU “SEJARAH YANG DISEMBUNYIKAN”


Pengaruh Khalifah terhadap kehidupan politik alam Melayu sudah terasa sejak masa-masa awal berdirinya Khilafah (Daulah Islamiyah). Kejayaan umat Islam mengalahkan Kerajaan Parsi (Iran) dan menduduki sebahagian besar wilayah Rom Timur, seperti Mesir, Syria, dan Palestina, di bawah kepemimpinan Umar bin al-Khattab telah menempatkan Daulah Islamiyah sebagai kuasa besar dunia sejak abad ke-7 M. Ketika Khilafah diperintah Bani Umayyah (660-749 M), pemerintah di Nusantara –yang masih beragama Hindu sekalipun – mengakui kebesaran Khilafah.
Pengakuan terhadap kebesaran Khalifah dibuktikan dengan adanya 2 pucuk surat yang dikirim oleh Maharaja Sriwijaya kepada Khalifah di zaman Bani Umayyah. Surat pertama dikirim kepada Muawiyyah, dan surat kedua dikirim kepada Umar bin Abdul Aziz. Surat pertama ditemui dalam sebuah diwan (arkib) Bani Umayyah oleh Abdul Malik bin Umayr yang disampaikan melalui Abu Ya’yub Ats-Tsaqofi, yang kemudian disampaikan melalui Al-Haytsam bin Adi. Al-Jahizh yang mendengar surat itu dari Al-Haytsam menceritakan pendahuluan surat itu sebagai berikut:
Dari Raja Al-Hind yang kandang binatangnya berisikan seribu gajah, (dan) yang istananya dibuat dari emas dan perak, yang dilayani putri raja-raja, dan yang memiliki dua sungai besar yang mengairi pohon gaharu, kepada Muawiyah………
Surat kedua didokumentasikan oleh Abd Rabbih (246-329 H/860-940 M) dalam karyanya Al-Iqd Al-Farid. Petikan surat tersebut adalah seperti berikut:
Dari Raja di Raja…; yang adalah keturunan seribu raja … kepada Raja Arab (Umar bin Abdul Aziz) yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekadar tanda persahabatan; dan saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya, dan menjelaskan kepada saya hukum-hukumnya.
Selain itu, Farooqi menemui sebuah arkib Utsmani yang mengandungi sebuah petisi dari Sultan Ala Al-Din Riayat Syah kepada Sultan Sulayman Al-Qanuni yang dibawa oleh Huseyn Effendi. Dalam surat ini, Aceh mengakui pemimpin Utsmani sebagai Khalifah Islam. Selain itu, surat ini juga mengandungi laporan tentang kegiatan askar Portugis yang menimbulkan masalah besar terhadap pedagang muslim dan jamaah haji dalam perjalanan ke Mekah. Oleh itu, bantuan Utsmani amat diperlukan untuk menyelamatkan kaum Muslim yang terus di serang oleh Farangi (Portugis) kafir.
Sulayman Al-Qanuni wafat pada tahun 974 H/1566 M tetapi permintaan Aceh mendapat sokongan Sultan Selim II (974-982 H/1566-1574 M), dengan mengeluarkan perintah kesultanan untuk menghantar sepasukan besar tentera ke Aceh. Sekitar September 975 H/1567 M, Laksamana Turki di Suez, Kurtoglu Hizir Reis, diperintahkan berlayar menuju Aceh dengan sejumlah pakar senjata, tentera dan meriam. Pasukan ini diperintahkan berada di Aceh selama mana yang diperlukan oleh Sultan. Namun dalam perjalanan, hanya sebahagian armada besar ini yang sampai ke Aceh kerana dialihkan untuk memadamkan pemberontakan di Yaman yang berakhir tahun 979 H/1571 M. Menurut catatan sejarah, pasukan Turki yang tiba di Aceh pada tahun 1566-1577 M sebanyak 500 orang, termasuk pakar senjata, penembak, dan pakar teknikal. Dengan bantuan ini, Aceh menyerang Portugis di Melaka pada tahun 1568 M.
Kehadiran armada tentera Kurtoglu Hizir Reis disambut dengan sukacita oleh umat Islam Aceh. Mereka disambut dengan upacara besar. Kurtoglu Hizir Reis kemudian digelar sebagai gabenor (wali) Aceh yang merupakan utusan rasmi khalifah yang ditempatkan di daerah tersebut. Ini menunjukkan bahawa hubungan Nusantara dengan Khilafah Utsmaniyah bukanlah hanya hubungan persaudaraan melainkan hubungan politik kenegaraan. Adanya wali Turki di Aceh lebih mengisyaratkan bahawa Aceh merupakan sebahagian dari Khilafah Islamiyah.
Banyak institusi politik melayu di Nusantara mendapatkan gelaran sultan dari pemerintah tertentu di Timur Tengah. Pada tahun 1048H/1638 M, pemimpin Banten, Abd al-Qodir (berkuasa 1037-1063H/1626-1651) dianugerahkan gelaran sultan oleh Syarif Mekah sebagai hasil dari misi khusus yang dikirim olehnya untuk tujuan itu ke Tanah Suci. Sementara itu, kesultanan Aceh terkenal mempunyai hubungan erat dengan pemerintah Turki Ustmani dan Haramain. Begitu juga Palembang (Sumatera) dan Makasar yang turut menjalin hubungan khusus dengan penguasa Mekah. Pada ketika itu, para penguasa Mekah merupakan sebahagian dari Khilafah Utsmaniyah yang berpusat di Turki.
Dari penggunaan istilah, kesultanan Islam di Nusantara sering mengaitkan dirinya dan tidak terpisah dari kekhalifahan. Beberapa kitab Jawi klasik mencatatkan perkara ini. Hikayat Raja-raja Pasai (hal. 58, 61-62, 64), misalnya, memanggil nama rasmi kesultanan Samudra Pasai sebagai “Samudera Dar al-Islam”. Istilah Dar al-Islam juga digunakan di dalam kitab Undang-undang Pahang untuk memanggil kesultanan Pahang. Nur al-Din al-Raniri, dalam Bustan al-Salatin (misalnya, pada hlm. 31, 32, 47), menyebut kesultanan Aceh sebagai Dar al-Salam. Istilah ini juga digunakan di Pattani ketika pemimpin setempat, Paya Tu Naqpa, masuk Islam dan mengambil nama Sultan Ismail Shah Zill Allah fi-Alam yang bertakhta di negeri Pattani Dar al-Salam (Hikayat Patani, 1970:75).
Dalam ilmu politik Islam klasik, dunia ini terbahagi dua, yaitu Dar al-Islam dan Dar al-Harb. Dar al-Islam merupakan daerah yang diterapkan hukum Islam dan keamanannya ada pada tangan kaum Muslim. Sedangkan Dar al-Harb adalah lawan dari kata Dar al-Islam. Penggunaan istilah “Dar al-Islam” atau “Dar al-Salam” menunjukkan bahwa para pemerintah Melayu menerima konsep geopolitik Islam tentang pembahagian dua wilayah dunia itu. Konsep geopolitik ini semakin jelas ketika bangsa-bangsa Eropah —dimulai oleh “bangsa Peringgi” (Portugis) yang kemudian disusul bangsa-bangsa Eropah lainnya, khususnya Belanda dan Inggris— mulai bermaharajalela di kawasan Lautan India dan Selat Melaka (Sulalat al-Salatin, 1979:244-246). Mereka melakukan penjajahan fizikal dan menyebarkan agama Kristian.
Khilafah Turki Uthmaniyah, seperti disebutkan oleh orientalis, Hurgronje (1994, halaman 1631), bersifat pro-aktif dalam memberikan perhatian kepada penderitaan kaum Muslim di Indonesia dengan cara membuka perwakilan pemerintahannya (konsulat) di Batavia pada akhir abad ke-19. Para kedutaan Turki berjanji kepada umat Islam yang ada di Batavia untuk memperjuangkan pembebasan hak-hak orang-orang Arab sederajat dengan orang-orang Eropah. Selain itu, Turki juga akan berusaha supaya seluruh kaum Muslim di Hindia Belanda bebas dari penindasan Belanda.
Lebih dari semua itu, Aceh banyak didatangi para ulama dari berbagai belahan dunia Islam lainnya. Syarif Mekah mengirim utusannya ke Aceh seorang ulama bernama Syekh Abdullah Kan’an sebagai guru dan muballigh. Sekitar tahun 1582, datang 2 orang ulama besar dari negeri Arab, yakni Syekh Abdul Khayr dan Syekh Muhammad Yamani. Di samping itu, di Aceh sendiri lahir sejumlah ulama besar, seperti Syamsuddin Al-Sumatrani dan Abdul Rauf al-Singkeli.
Abdul Rauf Singkel mendapat tawaran dari Sultan Aceh, Safiyat al-Din Shah menjadi Kadi dengan gelaran Qadi al-Malik al-Adil yang kosong kerana Nur al-Din Al-Raniri kembali ke Ranir (Gujarat). Setelah melakukan berbagai pertimbangan, Abdul Rauf menerima tawaran tersebut. Beliau menjadi qadi dengan sebutan Qadi al-Malik al-Adil. Abdul Rauf telah diminta oleh Sultan untuk menulis sebuah kitab sebagai rujukan (qaanun) penerapan syariat Islam. Buku tersebut kemudian diberi judul Mir’at al-Tullab.
Berbagai kenyataan sejarah tadi menegaskan adanya pengakuan dan hubungan erat antara Alam Melayu dengan Khilafah Uthmaniyah. Bahkan, bukan hanya hubungan persaudaraan atau persahabatan tetapi adalah hubungan ‘kesatuan’ sebahagian dari Khilafah Utsmaniyah (Dar al-Islam).
PENJAGA PERJALANAN HAJI NUSANTARA
Kedudukan Khilafah Uthmaniyah sebagai khilafah Islam, terutama setelah ‘futuhat’(pembukaan) ke atas Istanbul (Konstantinopel), ibunegeri Rom Timur, pada 857 H/1453 M, telah menyebabkan nama Turki melekat di hati umat Islam Nusantara. Nama yang terkenal bagi Turki di Nusantara ialah “Sultan Rum.” Istilah “Rum” tersebar sebagai sebutan kepada Kesultanan Turki Utsmani. Mulai ketika itu, kekuatan politik dan budaya Rum (Turki Utsmani) tersebar ke berbagai wilayah Dunia Muslim, termasuk ke alam Melayu.
Kekuatan politik dan ketenteraan Khilafah Utsmaniyah mulai terasa di kawasan lautan India pada awal abad ke-16. Sebagai khalifah kaum Muslim, Turki Utsmani memiliki kedudukan sebagai ‘khadimul haramayn’ (penjaga dua tanah haram, iaitu Mekah dan Madinah). Pada kedudukan ini, para Sultan Utsmani mengambil langkah-langkah khusus untuk menjamin keamanan bagi perjalanan haji. Seluruh laluan haji di wilayah kekuasaan Utsmani ditempatkan di bawah kawalannya. Rombongan haji dapat menuju Mekah tanpa halangan atau rasa takut menghadapi gangguan Portugis. Pada 954 H/1538 M, Sultan Sulayman I (berkuasa 928 H/1520-1566 M) mengirimkan armada yang kuat di bawah Gabenor Mesir, Khadim Sulayman Pasya, untuk membebaskan semua pelabuhan yang dikuasai Portugis untuk mengamankan perjalanan haji ke Jeddah.
Khilafah Uthmaniyah juga mengamankan laluan jamaah haji dari wilayah sebelah Barat Sumatera dengan menempatkan angkatan lautnya di Samudera Hindia. Kehadiran angkatan laut Utsmani di Lautan Hindia pada 904 H/1498 M tidak hanya mengamankan perjalanan haji bagi umat Islam Nusantara, tetapi juga mengakibatkan semakin besarnya penglibatan Turki dalam perdagangan di kawasan ini. Ini memberi sumbangan penting bagi pertumbuhan kegiatan ekonomi sebagai kesan sampingan perjalanan ibadah haji. Pada saat yang sama Portugis juga meningkatkan kehadiran armadanya di Lautan India, tapi angkatan laut Utsmani mampu menegakkan kekuatannya di kawasan Teluk Parsi, Laut Merah, dan Lautan India sepanjang abad ke-16.
Berkaitan dengan mengamankan laluan haji, Selman Reis (936H/1528M), laksamana Khilafah Uthmaniyah di Laut Merah, terus memantau pergerakan Portugis di Lautan Hindia, dan melaporkannya ke pusat pemerintahan di Istanbul. Salah satu bunyi laporan yang dikutip Obazan ialah seperti berikut:
“(Portugis) juga menguasai pelabuhan (Pasai) di pulau besar yang disebut Syamatirah (Sumatera)… Dikatakan, mereka mempunyai 200 orang kafir di sana (Pasai). Dengan 200 orang kafir, mereka juga menguasai pelabuhan Melaka yang berhadapan dengan Sumatera…. Oleh itu, ketika kapal-kapal kita sudah siap dan, insyaAllah, bergerak melawan mereka, maka kehancuran menyeluruh mereka tidak dapat dielakkan lagi, kerana satu benteng tidak boleh menyokong yang lain, dan mereka tidak dapat membentuk penentangan yang bersepadu.”
Laporan ini memang cukup beralasan, kerana pada tahun 941 H/1534 M, sebuah skuadron Portugis yang diketuai oleh Diego da Silveira menghadang beberapa kapal dari Gujarat dan Aceh melalui Selat Bab el-Mandeb di Muara Laut Merah.
BENTUK-BENTUK HUBUNGAN
Portugis meluaskan pengaruhnya bukan hanya ke Timur Tengah tetapi juga ke Samudera India. Raja Portugis Emanuel I secara terang-terangan menyampaikan tujuan utama ekspedisi tersebut dengan mengatakan, “Sesungguhnya tujuan dari pencarian jalan laut ke India adalah untuk menyebarkan agama Kristian, dan merampas kekayaan orang-orang Timur”. Khilafah Uthmaniyah tidak berdiam diri. Pada tahun 925H/1519 M, Portugis di Melaka digemparkan oleh berita tentang penghantaran armada ‘Utsmani’ untuk membebaskan Muslim Melaka dari penjajahan kafir. Khabar ini tentu saja sangat menggembirakan umat Islam setempat.
Ketika Sultan Ala Al-Din Riayat Syah Al-Qahhar naik takhta di Aceh pada tahun 943 H/1537 M, ia menyedari keperluan Aceh untuk meminta bantuan ketenteraan dari Turki. Bukan hanya untuk mengusir Portugis di Melaka, tetapi juga untuk menakluk wilayah lain, khususnya daerah pedalaman Sumatera, seperti daerah Batak. Al-Kahar menggunakan pasukan Turki, Arab dan Habsyah. Pasukan Khilafah 160 orang dan 200 orang askar dari Malabar, membentuk kelompok elit angkatan bersenjata Aceh. Al-Kahhar selanjutnya mengerahkan untuk menakluk wilayah Batak di pedalaman Sumatera pada 946 H/1539 M. Mendez Pinto, yang mengamati perang antara pasukan Aceh dengan Batak, melaporkan kembalinya armada Aceh di bawah komando seorang Turki bernama Hamid Khan, anak saudara Pasya Utsmani di Kaherah.
Seorang sejarawan Universiti Kebangsaan Malaysia, Lukman Taib, mengakui adanya bantuan Khilafah Uthmaniyah dalam penaklukan terhadap wilayah sekitar Aceh. Menurut Taib, perkara ini merupakan ungkapan perpaduan umat Islam yang memungkinkan Khilafah Uthmaniyah melakukan serangan langsung terhadap wilayah sekitar Aceh. Bahkan, Khilafah mendirikan akademi tentera di Aceh bernama ‘Askeri Beytul Mukaddes’ yang diubah menjadi ‘Askar Baitul Maqdis’ yang lebih sesuai dengan loghat Aceh. Maktab ketenteraan ini merupakan pusat yang melahirkan pahlawan dalam sejarah Aceh dan Indonesia. Demikianlah, hubungan Aceh dengan Khilafah yang sangat akrab. Aceh merupakan sebahagian dari wilayah Khilafah. Persoalan umat Islam Aceh dianggap Khilafah sebagai persoalan dalam negeri yang mesti segera diselesaikan.
Nur Al-Din Al-Raniri dalam Bustan Al-Salathin meriwayatkan, Sultan Ala Al-Din Riayat Syah Al-Qahhar mengirim utusan ke Istanbul untuk mengadap Khalifah. Utusan ini bernama Huseyn Effendi yang fasih berbahasa Arab. Ia datang ke Turki setelah menunaikan ibadah haji. Pada Jun 1562 M, utusan Aceh itu tiba di Istanbul untuk meminta bantuan ketenteraan Uthmaniyah untuk menghadapi Portugis. Duta itu dapat mengelak dari serangan Portugis dan sampai di Istanbul, ia mendapat bantuan Khilafah, dan menolong Aceh membangkitkan askarnya sehingga dapat menakluk Aru dan Johor pada 973 H/1564 M.
Hubungan Aceh dengan Khilafah terus berlanjutan, terutama untuk menjaga keamanan Aceh dari serangan Portugis. Menurut seorang penulis Aceh, pengganti Al-Qahhar Ke2 iaitu Sultan Mansyur Syah (985-998 H/1577-1588 M) memperbaharui hubungan politik dan ketenteraan dengan Khilafah. Hal ini disahkan oleh sumber sejarah Portugis. Uskup Jorge de Lemos, setiausaha Raja Muda Portugis di Goa, pada tahun 993 H/1585 M, melaporkan kepada Lisbon bahawa Aceh telah kembali berhubungan dengan Khalifah Utsmani untuk mendapatkan bantuan ketenteraan untuk melancarkan peperangan baru terhadap Portugis. Pemerintah Aceh berikutnya, Sultan Ala Al-Din Riayat Syah (988-1013 H/1588-1604 M) juga dilaporkan telah melanjutkan lagi hubungan politik dengan Turki. Bahkan, Khilafah Uthmaniyah dikatakan telah mengirim sebuah bintang kehormat kepada Sultan Aceh, dan mengizinkan kapal-kapal Aceh untuk mengibarkan bendera Khilafah.
Hubungan akrab antara Acheh dan Khilafah Othmaniah telah berperanan mempertahankan kemerdekaannya selama lebih 300 tahun. Kapal-kapal atau perahu yang digunakan Aceh dalam setiap peperangan terdiri dari kapal kecil yang laju dan kapal-kapal besar. Kapal-kapal besar atau tongkang yang mengarungi lautan hingga Jeddah berasal dari Turki, India, dan Gujerat. Dua daerah ini merupakan wilayah Khilafah Uthmaniyah. Menurut Court, kapal-kapal ini cukup besar, berukuran 500 sampai 2000 tan. Kapal-kapal besar dari Turki dilengkapi meriam dan senjata lain digunakan Aceh untuk menyerang penjajah Eropah yang mengganggu wilayah-wilayah muslim di Nusantara. Aceh tampil sebagai kekuatan besar yang amat ditakuti Portugis kerana diperkuat oleh pakar senjata dari Turki sebagai bantuan Khilafah kepada Aceh.
Menurut sumber Aceh, Sultan Iskandar Muda (1016-1046 H/1607-1636 M) mengirimkan armada kecil yang terdiri dari tiga buah kapal. Ia tiba di Istanbul setelah belayar dua setengah tahun melalui Tanjung Harapan. Ketika misi ini mereka kembali ke Aceh dengan bantuan senjata, pakar tentera, dan sepucuk surat tentang persahabatan Uthmani dan hubungannya dengan Aceh. 12 pakar tentera itu dipanggil sebagai pahlawan di Aceh. Mereka juga dikatakan begitu ahli sehingga mampu membantu Sultan Iskandar Muda, tidak hanya dalam membina benteng yang kukuh di Banda Aceh, tetapi juga untuk membina istana kesultanan.
Kesan kejayaan Khilafah Utsmaniyah menghalang Portugis di Lautan Hindi tersebut amat besar. Diantaranya mampu mempertahankan tempat-tempat suci dan jalan-jalan untuk menunaikan haji; kesinambungan pertukaran barang-barang India dengan pedagang Eropah di pasar Aleppo (Syria), Kaherah, dan Istanbul; serta kesinambungan laluan perdagangan antara India dan Indonesia dengan Timur Jauh melalui Teluk Arab dan Laut Merah.
Hubungan beberapa kesultanan di Nusantara dengan Khilafah Uthmaniyah yang berpusat di Turki nampak jelas. Misalnya, Islam masuk Buton (Sulawesi Selatan) abad 16M. Silsilah Raja-Raja Buton menunjukkan bahawa setelah masuk Islam, Lakilaponto dilantik menjadi ‘sultan’ dengan gelar Qaim ad-Din (penegak agama) yang dilantik oleh Syekh Abd al-Wahid dari Mekah. Sejak itu, dia dikenali sebagai Sultan Marhum dan semenjak itu juga nama sultan disebut dalam khutbah Jumaat. Menurut sumber setempat, penggunaan gelaran ‘sultan’ ini berlaku setelah dipersetujui Khilafah Uthmaniyah (ada juga yang mengatakan dari penguasa Mekah). Syeikh Wahid mengirim khabar kepada Khalifah di Turki. Realiti ini menunjukkan Mekah berada dalam kepemimpinan Khilafah, dan Buton memiliki hubungan ‘struktur’ secara tidak kuat dengan Khilafah Turki Utsmani melalui perantaraan Syekh Wahid dari Mekah.
Sementara itu, di wilayah Sumatera Barat, Pemerintah Alam Minangkabau yang memanggil dirinya sebagai “Aour Allum Maharaja Diraja” dipercayai adalah adik lelaki sultan Ruhum (Rum). Orang Minangkabau percaya bahawa pemerintah pertama mereka adalah keturunan Khalifah Rum (Utsmani) yang ditugaskan untuk menjadi Syarif di wilayah tersebut. Ini memberikan maklumat bahawa kesultanan tersebut memiliki hubungan dengan Khilafah Uthmaniyah.
Di samping adanya hubungan langsung dengan Khilafah Uthmaniyah, ada beberapa kesultanan yang berhubungan secara tidak langsung, misalnya kesultanan Ternate. Pada tahun 1570an, ketika perang Soya-soya melawan Portugis, Sultan Ternate, Baabullah, dibantu oleh para sangaji dari Nusa Tenggara yang terkenal dengan armada perahu dan Demak dengan askar Jawa. Begitu juga Aceh dengan armada laut yang perkasa dan kekuatan 30,000 buah kapal perang telah menyekat pelabuhan Sumatera dan menyekat pengiriman bahan makanan dan peluru Portugis melalui India dan Selat Melaka. Musuh Ternate adalah musuh Demak.
Berdasarkan beberapa hakikat ini jelas bahawa kesultanan Islam di Nusantara memiliki hubungan dengan Khilafah Utsmaniyah. Bentuk hubungan tersebut berbentuk perdagangan, ketenteraan, politik, dakwah, dan kekuasaan.
SAMBUTAN (Reaksi – Fikrul) UMAT ISLAM DI ALAM MELAYU TERHADAP PENYATUAN UMAT
Semasa Khilafah Islamiyah dalam kesusahan, di mana beberapa wilayahnya mula diduduki oleh penjajah, muncul usaha untuk mengukuhkan kesatuan Islam yang diterajui oleh Sultan Abdul Hamid II. Beliau mengatakan, “Kita wajib menguatkan ikatan kita dengan kaum Muslim di belahan bumi yang lain. Kita wajib saling mendekati dalam ikatan yang amat kuat. Sebab, tidak ada harapan lagi di masa depan kecuali dengan kesatuan ini.” Inilah gagasan yang dikenali sebagai Pan-Islamisme. Usaha menguatkan kesatuan Islam sampai ke Nusantara.
Snouck Hourgronje, penasihat Belanda, sentiasa memberikan maklumat kepada pemerintah Hindia Belanda bahawa ada usaha gerakan Pan-Islamisme untuk memujuk raja-raja dan pembesar-pembesar Hindia Belanda (kaum Muslim) untuk datang ke Istana Sultan Abdul Hamid II di Istanbul. Tujuan jangka pendek yang ingin dicapai di Batavia, mengikut ulasan Snouck, adalah untuk mendapatkan persamaan kedudukan orang-orang Arab dan kemudian untuk semua orang Islam sederajat dengan orang-orang Eropah. Jika tujuan ini sudah tercapai maka orang-orang Islam tidak lagi sukar mendapat kedudukan yang lebih tinggi dari orang Eropah, bahkan boleh mengalahkan mereka sama sekali. Pemerintah Hindia Belanda amat risau bila kaum Muslim tahu bahawa Sultan Abdul Hamid II menyediakan biasiswa untuk pemuda Islam. Atas pembiayaan Sultan Abdul Hamid II, mereka masuk ke sekolah-sekolah yang tinggi untuk menerima pendidikan ilmiah dan mendapat kesedaran yang mendalam tentang kelebihan setiap muslim atas orang-orang kafir. Kesedaran dan kehinaan yang mendalam yang tidak harus mereka terima dan membiarkan diri mereka diperintah oleh orang kafir. Jika mereka telah menyelesaikan pelajaran dan telah menamatkan ibadah haji ke Mekah, mereka diharapkan dapat berperanan mengembangkan pemikiran Islam di daerah mereka.
Usaha pengukuhan kesatuan ini terus dilakukan. Pada tahun 1904 telah ada 7 hingga 8 konsul (utusan) telah ditempatkan Khilafah Utsmaniyah di Hindia Belanda. Diantara kegiatan para duta ini adalah mengedar mushaf al-Quran atas nama sultan, dan karya-karya teologi Islam dalam bahasa Melayu yang dicetak di Istanbul. Di antara kitab tersebut adalah tafsir al-Quran yang di halaman judulnya menyebut “Sultan Turki Raja semua orang Islam”. Istilah Raja di sini sebenarnya adalah kata al-Malik yang bererti pemimpin, dan semua orang Islam mengantikan istilah Muslimin. Jadi, sebutan tersebut menunjukkan pengisytiharan Khalifah bahawa beliau adalah pemerintah umat Islam sedunia. Hal ini menunjukkan bahawa khilafah Uthmaniyah terus berusaha untuk menyatukan kesultanan Melayu ke dalamnya, termasuk melalui penyebaran al-Quran.
Sebagai tindakbalas terhadap gerakan penyatuan Islam oleh Khilafah Uthmaniyah ini, terdapat beberapa pertubuhan pergerakan Islam di Alam Melayu yang mendokong gerakan tersebut di Hindia Belanda. Abu Bakar Atjeh menyebutkan di antara pertubuhan itu adalah Jam’iyat Khoir yang didirikan pada 17 Julai 1905 oleh keturunan Arab. Karangan-karangan pergerakan Islam ini di Nusantara dimuatkan dalam akhbar dan majalah di Istanbul, di antaranya majalah Al-Manar. Khalifah Abdul Hamid II di Istanbul pernah mengirim utusannya ke Indonesia, Ahmed Amin Bey, atas permintaan dari kumpulan tersebut untuk mengkaji keadaan umat Islam di Indonesia. Akibatnya, pemerintah penjajah Hindia Belanda melarang orang-orang Arab mengunjungi beberapa daerah tertentu.
Pertubuhan pergerakan Islam lain yang muncul sebagai sambutan positif terhadap penyatuan ini adalah Sarikat Islam. Bendera Khilafah Uthmaniyah dikibarkan pada Kongres Nasional Sarikat Islam di Bandung pada tahun 1916, sebagai simbol perpaduan sesama muslim dan penentangan terhadap penjajahan. Ketika itu, salah satu usaha yang dilakukan Khilafah Uthmaniyah adalah menyebarkan seruan jihad dengan atasnama khalifah kepada segenap umat Islam, termasuk Indonesia, yang dikenal sebagai Jawa. Di antara seruan tersebut adalah:
“Wahai saudara seiman, perhatikanlah berapa negara lain menjajah dunia Islam. India yang luas dan berpenduduk 100 juta muslim dijajah oleh sekelompok kecil musuh dari orang-orang kafir Inggeris. 40 juta muslim Jawa dijajah oleh Belanda. Maghribi, Algeria, Tunisa, Mesir dan Sudan menderita dibawah cengkaman musuh Tuhan dan RasulNya. Juga Kuzestan, berada di bawah tekanan penjajah musuh iman. Parsi dipecah-belah. Bahkan takhta khilafah pun, oleh musuh-musuh Tuhan selalu ditentang dengan segala macam cara”.
Hakikat ini memberikan gambaran bagaimana Khilafah Uthmaniyah member dokongan dan bantuan kepada kaum Muslim Indonesia serta memandangnya sebagai satu tubuh, bahkan menyeru untuk membebaskan diri dari penjajah musuh iman. Dalam hal ini kaum Muslim memberikan sambutan positif terhadap usaha pengukuhan kesatuan umat Islam sedunia tersebut.
[Dr. Sallehuddin Ibrahim, Ikatan Intelektual Nusantara, [IKIN]

Ketika Tuhan Diprotes

Ada yang yang mengusik jiwa, ketika ketiadaan, musibah, kegagalan atau cita-cita tak tercapai yang datang mendera pada seseorang. Seakan dunia mau runtuh dan hidup jadi begitu sempit, pikiran pusing, makan tak enak dan jiwa ragapun menjadi sakit. Lalu menutup diri dari manusia, malu, katanya.
Dari kata gagal ini muncul mata rantai kegegalan yang lain dan kadang Tuhan-pun menjadi “tertuduh”, Tuhan tak adil, Tuhan tak mengabulkan doa , buat apa sholat, toh sholat tak merubah nasib dan seterusnya. Tuhan kadang “diprotes” pada tengah malam, “Mengapa Kau biarkan ini terjadi ? Mengapa Kejadian ini terjadi ? Mengapa dan banyak pertanyaan mengapa lainnya, seakan Tuhan salah dalam mengatur hidup dan kehidupan ini.
Ya sering kali Tuhan menjadi “tertuduh ” atas kegagalan manusia mencapai sesuatu yang di inginkan dan Tuhan seringkali diprotes oleh orang-orang mendapat musibah atau bencana, sekali lagi seakan-akan Tuhan salah dalam mengatur hidup ini. Tuhan tak pernah salah sedikitpun, kalau Tuhan salah, bukan Tuhan namanya ! Mustahil Tuhan salah, itu bertentangan dengan logika manapun. Kalau Tuhan salah, kehidupan tak pernah ada sejak diciptakan ! Loh gimana ada kehidupan kalau Tuhan salah sejak awal ?
Nyatanya, menurut geologi dan astronomi usia kehidupan di bumi ratusan juta tahun lalu dan alam jagat raya milyaran sampai tak terhingga usianya. Tak ada yang bergeser dalam sistem tata surya seincipun, planet-planet sejak diciptakan tetap pada orbitnya masing-masing. Wah kalau mau dipanjangkan kisahnya bisa beratus halaman.
Kembali kepada kegagalan atau musibah, seringkali terjadi, dibalik yang awalnya dikatakan musibah ternyata membawa berkah dan hikmah yang banyak. Banyak orang yang gagal pada satu bidang, ternyata sukses di bidang lain. Ada yang gagal di terima di suatu pekerjaan, ternyata malah sukses gemilang ditempat pekerjaan yang tak di duganya, terhadap pasangan yang gagalpun, seringkali mendapat pengganti yang lebih baik dari yang semula ditangisi, bahkan nyaris putus asa. Itulah rahasia Tuhan, Tuhan yang diprotes, tetap saja menyayangi hamba-hambaNya, apa lagi hamba yang beriman dan bertaqwa kepadaNya
Lagi pula kalau Tuhan diprotes… Tuhan menantang.. silahkan cari Tuhan yang lain. Atau lebih serem lagi… ke luar dari bumiKu ! Ayo, mau kemana kalau kita di usir dari bumi Tuhan ? Di usir manusia, masih bisa pindah ke tempat lain, loh kalau Tuhan yang mengusir, mau pindah ke mana ? Pindah ke Planet lain, Planetpun milikNya, lagi pula sampai detik ini belum ditemukan planet si seluruh jagat raya yang bisa ditinggali manusia seperti di Bumi !
Oke, Tuhan tetap si protes, karena di tuduh tidak adil atau tak memberi rejeki atau karunia. Baik, kalau memang merasa Tuhan tidak adil dan tidak memberikan rejeki bahkan protes sampai tidak menjalani ajaranNya, silahkan kembalikan satu saja nikmat Tuhan yang diberikan padamu, misalnya mata. Ayo… siapa yang mau matanya, maaf, buta satu aja, ga usah dua-duanya, satu saja… pasti semua yakin tak ada yang mau ! Itu baru mata, belum mulut, telinga, hidung, lidah, kulit, jantung, paru-paru, ginjal usus, gigi, bibir, rambut, kaki, tangan, jari-jari dst. Pernahkah mencoba menghitung nikmatNya? Kalau belum, mari mencoba, ambil kertas dan tulis nikmatNya yang ada pada anggota tubuh kita saja dulu, jangan ke luar, cukup pada diri kita dulu. Coba hitung… berapa banyak nikmatNya yang telah diberikan pada anggota tubuh kita ? Masihkan Tuhan di protes ?
Baik, kalau Tuhan masih juga di protes, mari kita lihat cahaya dan suara, dua aja dulu, Pernahkah kita hidup tanpa cahaya dan suara ? Pernahkah kita Tuhan meningglkan kita, tanpa cahaya dan suara ? Bayangkan, bila Tuhan mencabut cahaya dan suara dari kehidupan manusia ? Dunia akan gelap gulita dan sepiiiiiiiiiii !
Masih kurang puas juga ? Oke, mari masuk ke dalam Metro ( Sub Way ) Kereta bawah tanah…. nah setelah masuk… penumpang sudah di dalam kereta … tiba-tiba …. listrik mati dan tak ada suara… bayangkan … jangankan sehari… sejam dua jam manusia akan panik luar biasa, anak anak akan menangis,tak ada suara… perempuan menjerit-jerit ketakutan …mereka menjerit sekeras kerasnya, tapi tak ada suara, tiba- tiba stress masal akan terjadi, manusia tiba-tiba kan menjadi kacau balau… semua saling menyelamatkan diri, bertabrakan satu sama lain, saling injak dan maut bertebaran di mana-mana, karena mereka tak melihat, padahal semua punya mata dan telinga, kenapa ? Karena hanya tak ada cahaya dan suara !
Masihkah tetap mengatakan Tuhan tak adil atau merasa tak punya apa-apa ? Kalau iya ? istigfarlah… masih banyak waktu untuk bertobat, selama ajal belum menjelang. oleh Syaripudin Zuhri dari eramsulim.com