Rabu, 19 Januari 2011

tipisnya jarak antara kehidupan dan kematian...


sore ini,Rabu 19 januari'10...sekitar jam 5 lebih,..Allah azza wa jalla menunjukkan kenbesaran dan kasih sayangNya pada ku,..Ya Ilahi, seandainya Engkau menakdirkan lembaran hidupku cukup hingga sore ini,..tentu q dah terkapar tak bernyawa di jalan.
ya Alalh, ketika ku ingat sungguh mengerikan dan menakutkan,..hingga ku gerakkan jari2 ini di atas keyboard ku masih berpikir,..ada apa dengan q??? sungguh penuh dosa diri ini,..
sore ini,..sebenarnya q dah ijin kepada ketua TPQ tempat dimana q mendapat amanah mengajar,..ku kirimkan sms sbgai tanda ijin ketidak hadiran q,.. tetapi tak lama berelang hp q berdering,..sms masuk,..
wah cuma mbak mus ni yang datang...ternyata saat itu ustadz yang datang cuma 2,...
entah kenapa,..tapi q yakin ini adalah rencana dan jalan yang Allah telah tetapku untukku,...
tanpa berpikir panjang ku ambil kunci sepeda motor,..dan kopiah putih ku pakai lalu kq hidupkan speda tuk segera menuju tempat TPQ,...ya Alhmadulillah walaupun agak terlambat tapi q sempat juga membantu mengajar,.. hari ini hujan pun turun,...namun berbarengan dengan selesainya TPQ agak reda pula hujan yang turun,...seperti biasa tanpa berlama2 q pulang dan memang tidak biasanya q lewat jalan ini,..jalan yang menjadi saksi kejadian ini,..tapi sekali lagi ini adalah kehendak Allah,..dan itu pasti baik adanya,..
sesampainya di penghujung jalan "tembus" q tengok kanan kiri,..ohh..kosong,...hem ku pacu motorku,..pelan tapi pasti,..dan sesampainya di tengah badan jalan tiba2...BROOOKKKKKK sepeda motor dari arah kanan menerjang menabrak q dan sepeda q,..q jatuh,,,dan si pengendara itu,..yang selanjutnya ku ketahui bernama mas fajar,..ikuut terpelanting juga,..jautuh hingga beberapa meter YA Allah sungguh mengerikan,.. ku tak bisa berpikir apa2 menyaksikan hal ini,..YA ALLAH alhmadulillah Engkau selamatkan kami,..Rabbil Izzzati,...
padahal biasanya di jalan itu jam segini anyak bus malam dan truk besar melintas,..ku tak bisa membayangkan manakala ada truk yang melintas,..ya ALLAH sungguh Engkau adalah Dzat yang luas kasih sayangnya,...
q terdiam dan terlihat linglung,..namun Mas fajar datang dan memeinta q meminggirkan sepeda q yang juga ikut "terkapar" di tengah jalan,..q pikr dia akan marah2 dan meminta ganti rugi atas kejadian ini,..tapi sekalagi Allah menunjukkan kemurahanNya pada hambaNya yang dhoif, yang naif ini,...
dia datang menghampiri q dan menanyakan keadaanq,..tidak nampak raut muka yang merah padam,..
dan semuanya selesai dengan baik2...dan luar biasanya q cuma lecet2 sedikit,..padahal tabrakan begitu keras terjadi,.. YA Rahman ya Rahim,...sungguh ini adalah karunia dari MU,..
Ya Ilahi Engkau telah tunjukkan kemurahanMu pada hamba yang berlumur maksiat ini,..
Engkau masih sayang terhadap hamba Mu yang tidak tahu diri ini,..
Ya Ilahi bukalah hati ini kembali,..hati yang telah mati terjangkit penyakit hati,..
Ya Allah,..sinari hati ini dengan cahaya hidayahMu,..semaikan kembali cinta ku padaMU,...
Semoga kejadian ini,..kan menydarkan diri ini,...
semoga kejadian ini adalah sebuah ujian yang akan menjadiakn diri ini terlahir kembali,....
......Ya Muqallabal qukub,..tsabit qalbi 'ala diinik,..
kepada Ibu bapak q,..maafkan q,..mungkin lewat kejadian ini Allah menegurku atas sikap ku selama ini,..yang tidak mencerminkan diri seorang anak yang berbakti,...ku mohon doa restu dan ridha dari mu,..

Kamis, 06 Januari 2011

Kumpulan Anekdot dan Kisah-Kisah Unik Aktifis Dakwah

 


Untuk semua ikhwan dan akhwat yang mengazamkan dirinya untuk senantiasa berjalan di atas jalan dakwah ini. Untuk mereka yang senantiasa berdoa : Ya Allah karuniakanlah kepada kami keikhlasan, keistiqomahan, dan keteguhan dalam menempuh jalan ini

1. KAMMI Ganti Nama

Setiap kali Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) berdemo dan melakukan long march, maka yang akan banyak terlihat adalah barisan putih panjang yang terdiri dari para ABG ( Akhwat Berjilbab Gede) , yang dikelilingi oleh sedikit ikhwan sebagai boarders. Dari sini jelas terlihat bagaimana perbandingan jumlah ikhwan dan akhwat yang terlampau mencolok. Dan repotnya hal seperti berlangsung terus di demo-demo yang lain. Yang akhirnya membikin ciri khas khusus bagi demonstrasi yang dilakukan KAMMI, yang seolah-olah menggambarkan bahwa KAMMI hanya milik para akhwat. Akhirnya muncul usulan dari para ikhwan untuk mengganti nama KAMMI menjadi KAMMMI, karena alasannya sesuai sejarahnya, pertama kali pada jatuhnya orde baru tahun 1966 ada yang namanya KAMI dengan satu huruf M, kemudian disusul pada bangkitnya orde reformasi muncul KAMMI dengan dua huruf M. Maka sesuai perkembangan terakhir sekarang dimunculkan KAMMMI dengan tiga huruf M yaitu Kesatuan Aksi Mahasiwa Muslim Muslimah Indonesia.

2. S-2 dan S-3

Maraknya dakwah di Ibukota sangat mengharukan hati. Di kampus-kampus umum, sekolah dan masjid-masjid perumahan sering diadakan kegiatan-kegiatan dakwah yang beraneka ragam. Dari mulai ceramah biasa, diskusi remaja, pemutaran film, bedah buku, bazaar sampai ke tabligh akbar, semuanya semakin menambah marak kesejukan suasana Ibukota yang sudah penuh sesak. Semua ini kemudian diikuti dengan bertambahnya kebutuhan akan juru dakwah. Tapi kita tidak perlu khawatir, karena banyak sekali aktivis dakwah kita yang masih muda, baru S-1 ataupun masih kuliah yang sudah mendapat gelar Phd dan MBA. Dan ini banyak kita temukan di kampus-kampus. Gelar Phd ini disematkan bagi mereka yang benar-benar 'Pakar Halaqoh dan Dauroh', sedangkan MBA untuk 'Murobby Banyak Akal !' Ini di bidang dakwah, kadang ada juga istilah lain yang dipakai untuk menyindir sampai dimana 'proses' seorang ikhwan, seperti MBA dari 'Murobby Belum Acc' , dan MBM dari 'Murobby Baru Mencarikan', atau kalau sudah selesai prosesnya bisa disebut MBM juga, yaitu 'Married By Murobby.!'

3. Simatupang dan Situmorang

Dua dari sepuluh karakteristik ideal seorang dai adalah 'Qowiyyul Jismi' dan 'Harisun ala waqtihi'. Idealnya seorang yang beraktifitas di jalan dakwah memang harus mempunyai ciri tersebut. Tapi ada cerita unik, tentang dua orang ikhwan yang kebetulan tinggal satu kamar di sebuah rumah kost-kostan. Keduanya kuliah di kampus yang sama, jurusan yang sama, dan kebetulan sama-sama bergabung dalam LDK (Lembaga Dakwah Kampus ) yang ada di kampusnya. Tapi yang menjadikannya berbeda adalah dari segi jam terbang dakwahnya.

Sebut saja akhi A, beliau setiap hari hampir jarang ada di kamarnya. Berangkat pagi hari habis sholat Subuh, kemudian sore pulang sebentar untuk ngambil sesuatu dan mandi, kemudian pergi lagi dan pulang sampai larut malam, itupun tidak setiap hari beliau pulang. Belum lagi kalo pas hari libur atau sedang kosong , tiba-tiba ada panggilan dakwah, maka beliau langsung pergi lagi walaupun jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam. Itu cerita tentang si A. Lain lagi dengan temen sekamarnya si B, beliau paling sering kelihatan di rumahnya, atau lebih tepatnya di kamarnya, atau lebih pasnya lebih sering kelihatan tidurnya. Pagi berangkat kuliah sebagaimana biasa, dan siang pulang kemudian di rumah terus sampai esoknya lagi, kecuali satu hari saja untuk 'aktivitas ngaji' di rumah seorang ustad. Perbedaan yang sangat frontal ini konon mendapat perhatian yang cukup serius dari ikhwah lainnya yang tinggal sekontrakan dengan mereka berdua. Akhirnya, walaupun keduanya bukan dari tanah Batak, mereka sepakat memberi nama marga di belakang nama mereka yang satu Simatupang untuk akhi A, yang berarti ' Siang-malam tunggu panggilan' karena aktivitas dakwahnya yang begitu padat. Sedangkan untuk si Akhi B diberi gelar Situmorang, yang berarti ' Si ikhwan tukang molor doang !"

4. JAMES BOND ala ikhwah

Sudah menjadi fenomena umum bagi seorang ikhwah mahasiswa yang kuliah di kota besar semacam Jakarta, bagaimana sulitnya mencari sebuah kamar kost yang layak pakai fasilitas lengkap, situasi mendukung untuk dakwah sekaligus nyaman untuk belajar, deket kampus, dan tentu saja yang paling murah, istilahnya 'harga mahasiswa'. Maka beruntunglah, karena ternyata banyak masjid di Jakarta, yang juga deket dengan kampus yang menyediakan sebuah tempat khusus bagi satu dua mahasiswa untuk tinggal di situ sekaligus ikut berpartisipasi dalam memakmurkan masjid. Maka sebagian dari mereka ada yang menjadi petugas muadzin, ada pula yang menjadi imam tetap, ada pula yang mengajar TPA dan mengisi kajian Ibu-Ibu. Dan alhamdulillah, tidak jarang kemudian Takmir Masjid memberikan uang kompensasi bulanan sebagai pengganti waktu dan jerih payah mereka. Tapi meskipun demikian ada juga beberapa mahasiswa lain yang ikut membantu kebersihan masjid, dan berfungsi ganda sebagai petugas kebersihan masjid atau yang biasa dikenal dengan istilah marbot. Mereka - mereka yang disebutkan tadi, dengan bangga menyebut profesi ini dengan istilah 'James Bond', yang berarti ' Jaga Mesjid dan Kebon' !

5. Nasyid ( 2 )

Plesetan dari lagu " Aku Anak Sholeh " nya Harmoni Voice, STT Telkom Bandung.


Aku Ingin Nikah

Dengan Mahar Mudah

Tidak susah- susah

Rukuh dan Sajadah


Istri Solihah..

Harta yang berkah..

Walau ku sudah nikah..

Tetap berdakwah..

6. Nasyid (3 )

Bait-bait Nasyid yang didendangkan oleh Munsyid Izzatul Islam mempunyai ciri khas perjuangan dan semangat yang menyala-menyala. Tapi bukan ikhwah namanya kalau tidak punya kreasi lain dengan lagu-lagu tersebut. Tentu saja tujuannya untuk memprovokasi satu sama lain. Lihat saja perbandingan lagu asli dan plesetannya di bawah ini, yang diambil dari album " Kembali "

Berkobar tinggi panaskan bumi

Membakar ladang dan rumah kami

Darah syuhada mengalir suburkan negri

Tiada kata lagi. kami harus kembali



Berkobar tinggi panaskan hati

Datang tawaran dari murobby

Foto-foto akhwat ada dihadapan kami

Tiada kata lagi..aku pilih yang ini !

7. Kriteria ( 1 )

Seorang Akhi muda yang baru lulus S-2 di luar negeri ditanya oleh ustadnya mengenai kriteria akhwat yang diinginkannya. Maka dengan segala idealisme sebagai seorang Ikhwan, mulailah ia mencari-cari kriteria dan menuliskan hampir lebih dari sepuluh kriteria, kemudian menyerahkan pada ustadnya tersebut. Kriterianya sangat bermacam-macam dan agak mengada-ada. Dari yang pertama dia harus seorang akhwat, cantik, pendidikan tinggi, Suku Sunda, berkacamata, lulus dengan cumlaude, hafal sekian juz. dan demikian seterusnya. Setelah diproses oleh sang ustad, akhirnya ia diberitahu bahwa tidak ada akhwat yang bisa sesuai dengan 10 syarat tesebut. Kemudian sang Ikhwan mengurangi kriterianya menjadi 9, setelah diproses sekian minggu ternyata hasilnya nihil. Kemudian sang ikhwan mengurangi satu lagi dari kriterianya menjadi delapan. Dan setelah ditunggu sekian lama hasilnya tetap nihil karena terlau ideal kata ustadnya. Dan demikian seterusnya setiap kali gagal sang ikhwan mengurangi satu kriteria. Sampai setelah lewat lebih dari dua tahun sang Ikhwan akhirnya menemukan pasangan hidupnya.Tapi itupun setelah kriterianya tinggal satu!


8. Kriteria ( 2 )

Seorang Akhi ditanya sang Murobby tentang kriteria seorang akhwat yang diinginkannya. Setelah beberapa saat berpikir, sang Akhi menjawab dengan malu-malu,

"Yang pertama Ustad, dia harus seorang yang cukup cantik."

"Astaghfirullah Akhi, bukannya Rasulullah menyuruh kita untuk mengutamakan
agamanya dulu ? "

"Yang itu sih bukan masalah ustad ? "

"Bukan masalah bagaimana akhi, ada hadist nya lho .."

"Khan yang namanya akhwat pasti berjilbab gede, berarti semuanya kita anggap sudah punya pemahaman agama yang cukup baik, sekarang tinggal kriteria selanjutnya yaitu yang cantik "

" Antum bisa aja cari alasan !"

9. Poligami

Seorang Akhi baru saja melangsungkan pernikahan dakwahnya dengan seorang akhwat yang sama-sama berjiwa aktivis pula. Minggu-minggu awal pun dilalui dengan penuh ceria, Qiyamul-lail berjamaah, baca Al-Ma'tsurat sama-sama, tabligh akbar bersama bahkan sampai demo dan longmarch pun dilakukan sama-sama. Suatu ketika setelah pulang dari suatu acara seminar bertemakan Poligami, pasangan ini terlibat dalam pembicaraan serius,
"Bagaimana Mi, pendapat Ummi tentang poligami secara umum "
"Abi, secara umum poligami tidak ada nilai buruknya sebagaimana yang digemborkan banyak orang, bahkan itu merupakan solusi satu-satunya lho."
"solusi bagaimana maksud Ummi ?"
"Maksudnya, coba deh abi lihat, berapa perbandingan jumlah ikhwan dan akhwat, di Jakarta aja lebih dari 1 : 7, kalau semuanya dapat satu-satu, maka bagaimana nasib yang tiga lainnya? "
"Kalo Ummi sudah paham, bagaimana kalo kita yang memulai ?"
"Maksud Abi bagaimana ? "
"Abi mau poligami, tapi yang cariin calonnya ummi saja ya."
"Apaa..! abi mau poligami ? "
"Ya dong, khan Ummi sendiri yang bilang tadi, ingat ini juga sunnah Nabi Muhammad SAW lho.."
"Wah ! kalo begitu abi salah menafsirkan Siroh Nabawiyah, khan Rasul berpoligami setelah istri pertamanya Kahdijah ra, meninggal.
Nah! Jadi abi boleh menikah poligami sampai empat pun boleh, asal setelah Ummi, istri pertama Abi ini, meninggal, OK ?"
"Ini pasti Murobbiyah ya yang ngajari..?"
Sang istri tersenyum manja penuh kemenangan

pictures of sindoro-sumbing







Asal Usul Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro

                                                         Gunung Sumbing

Alkisah, hiduplah sepasang suami istri yang ditemani oleh dua orang anak laki-laki. Mereka hidup sebagai seorang petani, yang hidupnya selaras dengan ritme alam pedesaan. Pagi diawali dengan mencangkul, bercocok tanam. Siang, selepas sepenggalah sinar matahari, istirahat sejenak. Sore menjelang, tiba saatnya untuk pulang ke rumah. Demikian roda dinamika kehidupan setiap hari, nyaris tanpa perubahan. Akan halnya kedua anaknya, mereka selalu bertengkar sepanjang hari. Perilaku anak-anak yang sebenarnya hampir kita jumpai dalam setiap keluarga.



                                                                   Gunung Sindoro

Karena mereka berdua selalu terlibat dalam pertengkaran, suatu ketika, kesabaran sang ayah melebihi batas. Akhirnya anak yang kedua terkena pukulan tangan ayah, mengakibatkan bibirnya robek (dalam bahasa setempat disebut “sumbing”). Hingga kini kedua anak tersebut diabadikan sebagai nama gunung Si(ndoro) dan Si(sumbing). Ndoro adalah julukan kepada seseorang karena sikap santun, bijaksana dan selalu melindungi. Adapun sumbing diberikan kepada anak yang nomor dua karena tingkahnya. Gunung Sumbing bila dilihat dari sisi timur atau barat akan terlihat bagian tengah robek, melengkung ke bawah.

 Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro
(temanggung)
catatan: ini cuma cerita rakyat yang tidak harus diyakini kebenarannya.

Selasa, 04 Januari 2011

Fathu Makkah: Pelajaran dari Penaklukan Kota Mekkah

Episode berikutnya dalam sejarah kemenangan kaum muslimin di bawah bimbingan kenabian yang terjadi di bulan Ramadhan adalah Fathu Makkah (penaklukan kota Mekkah). Peristiwa ini terjadi pada tahun delapan Hijriyah. Dengan peristiwa ini, Allah menyelamatkan kota Makkah dari belenggu kesyirikan dan kedhaliman, menjadi kota bernafaskan Islam, dengan ruh tauhid dan sunnah. Dengan peristiwa ini, Allah mengubah kota Makkah yang dulunya menjadi lambang kesombongan dan keangkuhan menjadi kota yang merupakan lambang keimanan dan kepasrahan kepada Allah ta’ala.
Sebab Terjadinya Fathu Makkah
Diawali dari perjanjian damai antara kaum muslimin Madinah dengan orang musyrikin Quraisy yang ditandatangani pada nota kesepakatan Shulh Hudaibiyah pada tahun 6 Hijriyah. Termasuk diantara nota perjanjian adalah siapa saja diizinkan untuk bergabung dengan salah satu kubu, baik kubu Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan kaum muslimin Madinah atau kubu orang kafir Quraisy Makkah. Maka, bergabunglah suku Khuza’ah di kubu Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan suku Bakr bergabung di kubu orang kafir Quraisy. Padahal, dulu di zaman Jahiliyah, terjadi pertumpahan darah antara dua suku ini dan saling bermusuhan. Dengan adanya perjanjian Hudaibiyah, masing-masing suku melakukan gencatan senjata. Namun, secara licik, Bani Bakr menggunakan kesempatan ini melakukan balas dendam kepada suku Khuza’ah. Bani Bakr melakukan serangan mendadak di malam hari pada Bani Khuza’ah ketika mereka sedang di mata air mereka. Secara diam-diam, orang kafir Quraisy mengirimkan bantuan personil dan senjata pada Bani Bakr. Akhirnya, datanglah beberapa orang diantara suku Khuza’ah menghadap Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam di Madinah. Mereka mengabarkan tentang pengkhianatan yang dilakukan oleh orang kafir Quraisy dan Bani Bakr.
Karena merasa bahwa dirinya telah melanggar perjanjian, orang kafir Quraisy pun mengutus Abu Sufyan ke Madinah untuk memperbarui isi perjanjian. Sesampainya di Madinah, dia memberikan penjelasan panjang lebar kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, namun beliau tidak menanggapinya dan tidak memperdulikannya. Akhirnya Abu Sufyan menemui Abu Bakar dan Umar radliallahu ‘anhuma agar mereka memberikan bantuan untuk membujuk Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Namun usahanya ini gagal. Terakhir kalinya, dia menemui Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu agar memberikan pertolongan kepadanya di hadapan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Untuk kesekian kalinya, Ali pun menolak permintaan Abu Sufyan. Dunia terasa sempit bagi Abu Sufyan, dia pun terus memelas agar diberi solusi. Kemudian, Ali memberikan saran, “Demi Allah, aku tidak mengetahui sedikit pun solusi yang bermanfaat bagimu. Akan tetapi, bukankah Engkau seorang pemimpin Bani Kinanah? Maka, bangkitlah dan mintalah sendiri perlindungan kepada orang-orang. Kemudian, kembalilah ke daerahmu.”
Abu Sufyan berkata,
“Apakah menurutmu ini akan bermanfaat bagiku?”
Ali menjawab,
“Demi Allah, aku sendiri tidak yakin, tetapi aku tidak memiliki solusi lain bagimu.”
Abu Sufyan kemudian berdiri di masjid dan berkata,
“Wahai manusia, aku telah diberi perlindungan oleh orang-orang!”
Lalu dia naik ontanya dan beranjak pergi.
Dengan adanya pengkhianatan ini, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam memerintahkan para shahabat untuk menyiapkan senjata dan perlengkapan perang. Beliau mengajak semua shahabat untuk menyerang Makkah. Beliau barsabda, “Ya Allah, buatlah Quraisy tidak melihat dan tidak mendengar kabar hingga aku tiba di sana secara tiba-tiba.”
Dalam kisah ini ada pelajaran penting yang bisa dipetik, bahwa kaum muslimin dibolehkan untuk membatalkan perjanjian damai dengan orang kafir. Namun pembatalan perjanjian damai ini harus dilakukan seimbang. Artinya tidak boleh sepihak, tetapi masing-masing pihak tahu sama tahu. Allah berfirman,
ูˆَุฅِู…َّุง ุชَุฎَุงูَู†َّ ู…ِู†ْ ู‚َูˆْู…ٍ ุฎِูŠَุงู†َุฉً ูَุงู†ْุจِุฐْ ุฅِู„َูŠْู‡ِู…ْ ุนَู„َู‰ ุณَูˆَุงุกٍ ุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ู„َุง ูŠُุญِุจُّ ุงู„ْุฎَุงุฆِู†ِูŠู†َ
“Jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan sama-sama tahu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.” (Qs. Al Anfal: 58)
Kisah Hatib bin Abi Balta’ah radhiyallahu ‘anhu
Untuk menjaga misi kerahasiaan ini, Rasulullah mengutus satuan pasukan sebanyak 80 orang menuju perkampungan antara Dzu Khasyab dan Dzul Marwah pada awal bulan Ramadhan. Hal ini beliau lakukan agar ada anggapan bahwa beliau hendak menuju ke tempat tersebut. Sementara itu, ada seorang shahabat Muhajirin, Hatib bin Abi Balta’ah menulis surat untuk dikirimkan ke orang Quraisy. Isi suratnya mengabarkan akan keberangkatan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam menuju Makkah untuk melakukan serangan mendadak. Surat ini beliau titipkan kepada seorang wanita dengan upah tertentu dan langsung disimpan di gelungannya. Namun, Allah Dzat Yang Maha Melihat mewahyukan kepada NabiNya tentang apa yang dilakukan Hatib. Beliau-pun mengutus Ali dan Al Miqdad untuk mengejar wanita yang membawa surat tersebut.
Setelah Ali berhasil menyusul wanita tersebut, beliau langsung meminta suratnya. Namun, wanita itu berbohong dan mengatakan bahwa dirinya tidak membawa surat apapun. Ali memeriksa hewan tunggangannya, namun tidak mendapatkan apa yang dicari. Ali radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Aku bersumpah demi Allah, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam tidak bohong. Demi Allah, engkau keluarkan surat itu atau kami akan menelanjangimu.”
Setelah tahu kesungguhan Ali radhiyallahu ‘anhu, wanita itupun menyerahkan suratnya kepada Ali bin Abi Thalib.
Sesampainya di Madinah, Ali langsung menyerahkan surat tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Dalam surat tersebut tertulis nama Hatib bin Abi Balta’ah. Dengan bijak Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam menanyakan alasan Hatib. Hatib bin Abi Balta’ah pun menjawab:
“Jangan terburu menuduhku wahai Rasulullah. Demi Allah, aku orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya. Aku tidak murtad dan tidak mengubah agamaku. Dulu aku adalah anak angkat di tengah Quraisy. Aku bukanlah apa-apa bagi mereka. Di sana aku memiliki istri dan anak. Sementara tidak ada kerabatku yang bisa melindungi mereka. Sementara orang-orang yang bersama Anda memiliki kerabat yang bisa melindungi mereka. Oleh karena itu, aku ingin ada orang yang bisa melindungi kerabatku di sana.”
Dengan serta merta Umar bin Al Khattab menawarkan diri,
“Wahai Rasulullah, biarkan aku memenggal lehernya, karena dia telah mengkhianati Allah dan RasulNya serta bersikap munafik.”
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dengan bijak menjawab,
“Sesungguhnya Hatib pernah ikut perang Badar… (Allah berfirman tentang pasukan Badar): Berbuatlah sesuka kalian, karena kalian telah Saya ampuni.”
Umar pun kemudian menangis, sambil mengatakan, “Allah dan rasulNya lebih mengetahui.”
Demikianlah maksud hati Hatib. Beliau berharap dengan membocorkan rahasia tersebut bisa menarik simpati orang Quraisy terhadap dirinya, sehingga mereka merasa berhutang budi terhadap Hatib. Dengan keadaan ini, beliau berharap orang Quraisy mau melindungi anak dan istrinya di Makkah. Meskipun demikian, perbuatan ini dianggap sebagai bentuk penghianatan dan dianggap sebagai bentuk loyal terhadap orang kafir karena dunia. Tentang kisah shahabat Hatib radhiyallahu ‘anhu ini diabadikan oleh Allah dalam firmanNya,
ูŠَุง ุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุขَู…َู†ُูˆุง ู„َุง ุชَุชَّุฎِุฐُูˆุง ุนَุฏُูˆِّูŠ ูˆَุนَุฏُูˆَّูƒُู…ْ ุฃَูˆْู„ِูŠَุงุกَ ุชُู„ْู‚ُูˆู†َ ุฅِู„َูŠْู‡ِู…ْ ุจِุงู„ْู…َูˆَุฏَّุฉِ ูˆَู‚َุฏْ ูƒَูَุฑُูˆุง ุจِู…َุง ุฌَุงุกَูƒُู…ْ ู…ِู†َ ุงู„ْุญَู‚ِّ ูŠُุฎْุฑِุฌُูˆู†َ ุงู„ุฑَّุณُูˆู„َ ูˆَุฅِูŠَّุงูƒُู…ْ ุฃَู†ْ ุชُุคْู…ِู†ُูˆุง ุจِุงู„ู„َّู‡ِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan musuhKu dan musuhmu sebagai teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang, padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah….” (Qs. Al Mumtahanah: 1)
Satu pelajaran penting yang bisa kita ambil dari kisah Hatib bin Abi Balta’ah radhiyallahu ‘anhu adalah bahwa sesungguhnya orang yang memberikan loyalitas terhadap orang kafir sampai menyebabkan ancaman bahaya terhadap Islam, pelakunya tidaklah divonis kafir, selama loyalitas ini tidak menyebabkan kecintaan karena agamanya. Pada ayat di atas, Allah menyebut orang yang melakukan tindakan semacam ini dengan panggilan, “Hai orang-orang yang beriman……” Ini menunjukkan bahwa status mereka belum kafir.
Pasukan Islam Bergerak Menuju Makkah
Kemudian, beliau keluar Madinah bersama sepuluh ribu shahabat yang siap perang. Beliau memberi Abdullah bin Umi Maktum tugas untuk menggantikan posisi beliau di Madinah. Di tengah jalan, beliau bertemu dengan Abbas, paman beliau bersama keluarganya, yang bertujuan untuk berhijrah dan masuk Islam. Kemudian, di suatu tempat yang disebut Abwa’, beliau berjumpa dengan sepupunya, Ibnul Harits dan Abdullah bin Abi Umayah. Ketika masih kafir, dua orang ini termasuk diantara orang yang permusuhannya sangat keras terhadap Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Dengan kelembutannya, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam menerima taubat mereka dan masuk Islam.
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda tentang Ibnul Harits radhiyallahu ‘anhu, “Saya berharap dia bisa menjadi pengganti Hamzah -radhiyallahu ‘anhu-”.
Setelah beliau sampai di suatu tempat yang bernama Marra Dhahraan, dekat dengan Makkah, beliau memerintahkan pasukan untuk membuat obor sejumlah pasukan. Beliau juga mengangkat Umar radhiyallahu ‘anhu sebagai penjaga.
Malam itu, Abbas berangkat menuju Makkah dengan menaiki bighal (peranakan kuda dan keledai) milik Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Beliau mencari penduduk Makkah agar mereka keluar menemui Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan meminta jaminan keamanan, sehingga tidak terjadi peperangan di negeri Makkah. Tiba-tiba Abbas mendengar suara Abu Sufyan dan Budail bin Zarqa’ yang sedang berbincang-bincang tentang api unggun yang besar tersebut.
“Ada apa dengan dirimu, wahai Abbas?” tanya Abu Sufyan
“Itu Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam di tengah-tengah orang. Demi Allah, amat buruklah orang-orang Quraisy. Demi Allah, jika beliau mengalahkanmu, beliau akan memenggal lehermu. Naiklah ke atas punggung bighal ini, agar aku dapat membawamu ke hadapan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, lalu meminta jaminan keamanan kepada beliau!” jawab Abbas.
Maka, Abu Sufyan pun naik di belakangku. Kami pun menuju tempat Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Ketika melewati obornya Umar bin Khattab, dia pun melihat Abu Sufyan. Dia berkata,
“Wahai Abu Sufyan, musuh Allah, segala puji bagi Allah yang telah menundukkan dirimu tanpa suatu perjanjian-pun. Karena khawatir, Abbas mempercepat langkah bighalnya agar dapat mendahului Umar. Mereka pun langsung masuk ke tempat Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam.
Setelah itu, barulah Umar masuk sambil berkata, “Wahai Rasulullah, ini Abu Sufyan. Biarkan aku memenggal lehernya.”
Abbas pun mengatakan, “Wahai Rasulullah, aku telah melindunginya.”
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Kembalilah ke kemahmu wahai Abbas! Besok pagi, datanglah ke sini!”
Esok harinya, Abbas bersama Abu Sufyan menemui Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Beliau bersabda,”Celaka wahai Abu Sufyan, bukankah sudah tiba saatnya bagimu untuk mengetahui bahwa tiada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah?”
Abu Sufyan mengatakan,
“Demi ayah dan ibuku sebagai jaminanmu. Jauh-jauh hari aku sudah menduga, andaikan ada sesembahan selain Allah, tentu aku tidak membutuhkan sesuatu apa pun setelah ini.”
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,”Celaka kamu wahai Abu Sufyan, bukankah sudah saatnya kamu mengakui bahwa aku adalah utusan Allah?”
Abu Sufyan menjawab,”Demi ayah dan ibuku sebagai jaminanmu, kalau mengenai masalah ini, di dalam hatiku masih ada sesuatu yang mengganjal hingga saat ini.”
Abbas menyela, “Celaka kau! Masuklah Islam! Bersaksilah laa ilaaha illa Allah, Muhammadur Rasulullah sebelum beliau memenggal lehermu!”
Akhirnya Abu Sufyan-pun masuk Islam dan memberikan kesaksian yang benar.
Tanggal 17 Ramadhan 8 H, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam meninggalkan Marra Dzahran menuju Makkah. Sebelum berangkat, beliau memerintahkan Abbas untuk mengajak Abu Sufyan menuju jalan tembus melewati gunung, berdiam di sana hingga semua pasukan Allah lewat di sana. Dengan begitu, Abu Sufyan bisa melihat semua pasukan kaum muslimin. Maka Abbas dan Abu Sufyan melewati beberapa kabilah yang ikut gabung bersama pasukan kaum muslimin. Masing-masing kabilah membawa bendera. Setiap kali melewati satu kabilah, Abu Sufyan selalu bertanya kepada Abbas, “Kabilah apa ini?” dan setiap kali dijawab oleh Abbas, Abu Sufyan senantiasa berkomentar, “Aku tidak ada urusan dengan bani Fulan.”
Setelah agak jauh dari pasukan, Abu Sufyan melihat segerombolan pasukan besar. Dia lantas bertanya, “Subhanallah, wahai Abbas, siapakah mereka ini?”
Abbas menjawab: “Itu adalah Rasulullah bersama muhajirin dan anshar.”
Abu Sufyan bergumam, “Tidak seorang-pun yang sanggup dan kuat menghadapi mereka.”
Abbas berkata: “Wahai Abu Sufyan, itu adalah Nubuwah.”
Bendera Anshar dipegang oleh Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu. Ketika melewati tempat Abbas dan Abu Sufyan, Sa’ad berkata,
“Hari ini adalah hari pembantaian. Hari dihalalkannya tanah al haram. Hari ini Allah menghinakan Quraisy.”
Ketika ketemu Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, perkataan Sa’ad ini disampaikan kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Beliau pun menjawab,
“Sa’ad keliru, justru hari ini adalah hari diagungkannya Ka’bah dan dimuliakannya Quraisy oleh Allah.”
Kemudian, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam memerintahkan agar bendera di tangan Sa’d diambil dan diserahkan kepada anaknya, Qois. Akan tetapi, ternyata bendera itu tetap di tangan Sa’d. Ada yang mengatakan bendera tersebut diserahkan ke Zubair dan ditancapkan di daerah Hajun.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam melanjutkan perjalanan hingga memasuki Dzi Thuwa. Di sana Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam menundukkan kepalanya hingga ujung jenggot beliau yang mulia hampir menyentuh pelana. Hal ini sebagai bentuk tawadlu’ beliau kepada Sang Pengatur alam semesta. Di sini pula, beliau membagi pasukan. Khalid bin Walid ditempatkan di sayap kanan untuk memasuki Makkah dari dataran rendah dan menunggu kedatangan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam di Shafa. Sementara Zubair bin Awwam memimpin pasukan sayap kiri, membawa bendera Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan memasuki Makkah melalui dataran tingginya. Beliau perintahkan agar menancapkan bendera di daerah Hajun dan tidak meninggalkan tempat tersebut hingga beliau datang.
Kemudian, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam memasuki kota Makkah dengan tetap menundukkan kepala sambil membaca firman Allah:
ุฅِู†َّุง ูَุชَุญْู†َุง ู„َูƒَ ูَุชْุญًุง ู…ُุจِูŠู†ًุง
“Sesungguhnya kami memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.” (Qs. Al Fath: 1)
Beliau mengumumkan kepada penduduk Makkah,
“Siapa yang masuk masjid maka dia aman, siapa yang masuk rumah Abu Sufyan maka dia aman, siapa yang masuk rumahnya dan menutup pintunya maka dia aman.”
Beliau terus berjalan hingga sampai di Masjidil Haram. Beliau thawaf dengan menunggang onta sambil membawa busur yang beliau gunakan untuk menggulingkan berhala-berhala di sekeliling Ka’bah yang beliau lewati. Saat itu, beliau membaca firman Allah:
ุฌَุงุกَ ุงู„ْุญَู‚ُّ ูˆَุฒَู‡َู‚َ ุงู„ْุจَุงุทِู„ُ ุฅِู†َّ ุงู„ْุจَุงุทِู„َ ูƒَุงู†َ ุฒَู‡ُูˆู‚ًุง
“Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (Qs. Al-Isra’: 81)
ุฌَุงุกَ ุงู„ْุญَู‚ُّ ูˆَู…َุง ูŠُุจْุฏِุฆُ ุงู„ْุจَุงุทِู„ُ ูˆَู…َุง ูŠُุนِูŠุฏُ
“Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak (pula) akan mengulangi.” (Qs. Saba’: 49)
Kemudian, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam memasuki Ka’bah. Beliau melihat ada gambar Ibrahim bersama Ismail yang sedang berbagi anak panah ramalan.
Beliau bersabda, “Semoga Allah membinasakan mereka. Demi Allah, sekali-pun Ibrahim tidak pernah mengundi dengan anak panah ini.”
Kemudian, beliau perintahkan untuk menghapus semua gambar yang ada di dalam Ka’bah. Kemudian, beliau shalat. Seusai shalat beliau mengitari dinding bagian dalam Ka’bah dan bertakbir di bagian pojok-pojok Ka’bah. Sementara orang-orang Quraisy berkerumun di dalam masjid, menunggu keputusan beliau shallallahu ‘alahi wa sallam.
Dengan memegangi pinggiran pintu Ka’bah, beliau bersabda:
“ู„ุง ุฅِู„ู‡ ุฅِู„ุงَّ ุงู„ู„ู‡ ูˆุญุฏَّู‡ ู„ุง ุดุฑูŠูƒَ ู„ู‡، ู„َู‡ُ ุงู„ู…ُู„ْูƒُ ูˆู„ู‡ ุงู„ุญู…ุฏُ ูˆู‡ูˆ ุนู„ู‰ ูƒَู„ِّ ุดَูŠْุกٍ ู‚ุฏูŠุฑٌ، ุตَุฏَู‚َ ูˆَุนْุฏَู‡ ูˆู†َุตุฑَ ุนَุจْุฏَู‡ ูˆู‡َุฒู…َ ุงู„ุฃุญุฒุงุจَ ูˆุญْุฏَู‡
“Wahai orang Quraisy, sesungguhnya Allah telah menghilangkan kesombongan jahiliyah dan pengagungan terhadap nenek moyang. Manusia dari Adam dan Adam dari tanah.”
ูŠَุง ุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„ู†َّุงุณُ ุฅِู†َّุง ุฎَู„َู‚ْู†َุงูƒُู…ْ ู…ِู†ْ ุฐَูƒَุฑٍ ูˆَุฃُู†ْุซَู‰ ูˆَุฌَุนَู„ْู†َุงูƒُู…ْ ุดُุนُูˆุจًุง ูˆَู‚َุจَุงุฆِู„َ ู„ِุชَุนَุงุฑَูُูˆุง ุฅِู†َّ ุฃَูƒْุฑَู…َูƒُู…ْ ุนِู†ْุฏَ ุงู„ู„َّู‡ِ ุฃَุชْู‚َุงูƒُู…ْ ุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ุนَู„ِูŠู…ٌ ุฎَุจِูŠุฑٌ
“Wahai orang Quraisy, apa yang kalian bayangankan tentang apa yang akan aku lakukan terhadap kalian?”
Merekapun menjawab, “Yang baik-baik, sebagai saudara yang mulia, anak dari saudara yang mulia.”
Beliau bersabda,
“Aku sampaikan kepada kalian sebagaimana perkataan Yusuf kepada saudaranya: ‘Pada hari ini tidak ada cercaan atas kalian. Allah mengampuni kalian. Dia Maha penyayang.’ Pergilah kalian! Sesungguhnya kalian telah bebas!”
Pada hari kedua, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam berkhutbah di hadapan manusia. Setelah membaca tahmid beliau bersabda,
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan Makkah. Maka tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menumpahkan darah dan mematahkan batang pohon di sana. Jika ada orang yang beralasan dengan perang yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, maka jawablah: “Sesungguhnya Allah mengizinkan RasulNya shallallahu ‘alahi wa sallam dan tidak mengizinkan kalian. Allah hanya mengizinkan untukku beberapa saat di siang hari. Hari ini Keharaman Makkah telah kembali sebagaimana keharamannya sebelumnya. Maka hendaknya orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir.”
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam diizinkan Allah untuk berperang di Makkah hanya pada hari penaklukan kota Makkah dari sejak terbit matahari hingga ashar. Beliau tinggal di Makkah selama sembilan hari dengan selalu mengqashar shalat dan tidak berpuasa Ramadhan di sisa hari bulan Ramadhan.
Sejak saat itulah, Makkah menjadi negeri Islam, sehingga tidak ada lagi hijrah dari Makkah menuju Madinah.
Demikianlah kemenangan yang sangat nyata bagi kaum muslimin. Telah sempurna pertolongan Allah. Suku-suku arab berbondong-bondong masuk Islam. Demikianlah karunia besar yang Allah berikan.
***
Penulis: Ammi Nur Baits
Artikel www.muslim.or.id

Kita Termasuk yang Mana…?

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
Di antara tanda kebahagiaan dan keberuntungan, tatkala ilmu seorang hamba bertambah, bertambah pulalah sikap tawadhu’ (rendah hati) dan kasih sayang yang dimilikinya; setiap kali bertambah amalnya, bertambah pula rasa takut dan waspada di dalam dirinya[1]; tatkala bertambah umurnya, berkuranglah ketamakannya terhadap dunia; tiap kali hartanya bertambah, kedermawanannya pun bertambah; setiap kali kedudukan dan martabatnya bertambah tinggi, maka bertambah pula kedekatannya dengan manusia, dirinya akan semakin memperhatikan kebutuhan mereka, dan merendahkan diri di hadapan mereka.
Di antara tanda kebinasaan seorang, tatkala ilmunya bertambah, bertambah pula kesombongan dan keangkuhannya; tiap kali amalnya bertambah, bertambahlah ‘ujub (bangga diri) dalam dirinya, semakin meremehkan orang lain, dan justru memandang baik dirinya; tatkala umurnya bertambah, ketamakannya terhadap dunia justru semakin bertambah; tiap kali hartanya bertambah, bertambah pula sifat kikir yang dimiliki; setiap kali kedudukan dan martabatnya bertambah, bertambah pula keangkuhan dan kecongkakannya.
Seluruh hal di atas merupakan cobaan dari Allah yang diperuntukkan kepada para hamba-Nya. Di antara mereka ada yang beruntung, sebagian yang lain justru celaka.
Demikian pula dengan kemuliaan, seperti kerajaan, kekuasaan, dan harta, semua adalah cobaan. Allah ta’ala berfirman,
ูَู„َู…َّุง ุฑَุขู‡ُ ู…ُุณْุชَู‚ِุฑًّุง ุนِู†ْุฏَู‡ُ ู‚َุงู„َ ู‡َุฐَุง ู…ِู†ْ ูَุถْู„ِ ุฑَุจِّูŠ ู„ِูŠَุจْู„ُูˆَู†ِูŠ ุฃَุฃَุดْูƒُุฑُ ุฃَู…ْ ุฃَูƒْูُุฑُ (ูคู )
“Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk kurnia Rabb-ku untuk mencoba aku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya).” (QS. An Naml: 40).
Demikian pula kenikmatan, semua adalah cobaan dari-Nya sehingga akan nampak siapa yang bersyukur dan siapa yang kufur (ingkar). Sebagaimana musibah juga cobaan dari-Nya, karena Dia menguji para hamba dengan berbagai nikmat dan musibah.
Allah ta’ala berfirman,
ูَุฃَู…َّุง ุงู„ุฅู†ْุณَุงู†ُ ุฅِุฐَุง ู…َุง ุงุจْุชَู„ุงู‡ُ ุฑَุจُّู‡ُ ูَุฃَูƒْุฑَู…َู‡ُ ูˆَู†َุนَّู…َู‡ُ ูَูŠَู‚ُูˆู„ُ ุฑَุจِّูŠ ุฃَูƒْุฑَู…َู†ِ (ูกูฅ)ูˆَุฃَู…َّุง ุฅِุฐَุง ู…َุง ุงุจْุชَู„ุงู‡ُ ูَู‚َุฏَุฑَ ุนَู„َูŠْู‡ِ ุฑِุฒْู‚َู‡ُ ูَูŠَู‚ُูˆู„ُ ุฑَุจِّูŠ ุฃَู‡َุงู†َู†ِ (ูกูฆ)
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dirinya dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu mempersempit rizkinya, maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku.” (QS. Al Fajr: 15-16).
Maksud dari ayat di atas, tidak setiap orang yang Aku lapangkan rizkinya dan Aku beri kesenangan duniawi, maka hal itu merupakan bentuk pemuliaan-Ku terhadapnya. Dan tidak setiap orang yang Aku persempit rizkinya dan Aku uji dengan kemiskinan, maka hal itu merupakan kehinaan baginya.
Waffaqaniyalahu wa iyyakum.
Diterjemahkan dari Fawaaidul Fawaaid hal. 403-404
Gedong Kuning, Yogyakarta, 23 Rabi’uts Tsani 1431.

[1] Demikianlah sifat orang beriman, yaitu tatkala mengerjakan amal, mereka tidak lantas berbangga diri dengan amal yang telah dikerjakan. Hal ini diterangkan Allah ta’ala dalam firman-Nya di surat Al Mukminun: 60 (yang artinya), “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa). Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.”
Ketika mendengar ayat ini, ‘Aisyah radhiallahu ‘anha bertanya kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “(Mengapa mereka khawatir setelah beramal?), apakah mereka orang-orang yang meminum khamr dan mencuri?” Nabi pun menjawab, “Bukan, wahai anak Ash Shiddiq. Mereka adalah orang-orang yang berpuasa, shalat, dan bersedekah, meskipun demikian mereka khawatir sekiranya amalan tersebut tidak diterima oleh-Nya.” (HR. Tirmidzi: 3175).

^ Untukmu Ukhti wa Akhi...



HIKMAH MEMPERTAHANKAN HARGA DIRI

Ukhti wa Akhi...,,
Kita berharap semoga Allah Swt. memberi kesempatan pada kita untuk mengenal diri agar kita tidak tertipu dengan topeng duniawi ini. Mengenal diri adalah syarat untuk menjadi lebih baik. Tidak mungkin, kita bisa memperbaiki orang lain, jika kita tidak bisa memperbaiki diri. Tidak mungkin, kita bisa memperbaiki diri jika kita tidak berani jujur terhadap diri sendiri.

Allah adalah Al-Kabiir. Jagat raya yang demikian besar sepenuhnya ada dalam genggaman Allah. Dalam pandangan Allah, semua itu sangat kecil dan tidak ada harganya. Manusia hanya mengaku-ngaku saja. Dunia hanya tempat singgah sementara. Itulah sedikit makna Allahu akbar..

Karena itu, tatkala kita mendengar kumandang adzan, semua urusan duniawi menjadi kecil. Bisnis, rapat, pekerjaan, atau uang semuanya menjadi kecil. Allah-lah Yang Mahabesar hingga kita bersegera menuju panggilan tersebut.

Dengan memaknai Allahu akbar, tidak akan terlintas dalam diri kitauntuk menjadi pengecut. Musuh, adalah bonus yang diberikan Allah kepada kita. Musuh, adalah ladang amal. Orang yang mengenal Allah akan menjadikan kalimat "Laa khaufun 'alaihim walaahum yahzanuun", tidak ada yang ditakuti kecuali Allah, sebagai prinsip hidup.

Harga Diri

Menganggap dunia kecil, buan berarti kita harus meremehkannya. Tujuannya, kita harus mengantisipasi agar tidak menjadi penjilat. Salah satu ciri pribadi bermutu adalah pribadi yang tidak menjilat kepada sesama manusia. Boleh kita bergaul rapat dengan manusia, tapi hati kita jangan pernah berharap dari mereka. Harapan kita hanya kepada Allah semata.

Kemuliaan harga diri adalah harta kita sesungguhnya. Bila kita mengenal Allah Dzat Yang Mahabesar, maka tidak ada tempat bagi kita untuk merasa besar. Konsekuensinya seperti pipa U. semakin kita mengangat diri, maka akan semakin jatuh pula kita dibuatnya. Sebaliknya, semakin kita menekan diri ke bawah (rendah hati), maka akan semain naik pula harga diri kita. Allah Swt. sudah mendesain hati kita untuk tidak menyukai kesombongan dan menyukai orang yang rendah hati.

Kenikmatan yang hakiki adalah ketika kita bisa memberikan manfaaf bagi orang lain, bukan mendapatkan dari orang lain. "Khoirunnas anfa'uhum linnaas...". Sebuah pohon yang akarnya menghujam ke bumi, akan menjadi pohon yang kokoh. Tapi, pohon yang akarnya tidak menghujam ke bumi, niscaya akan menjadi pohon yang rapuh. Demikian pula dengan manusia.

Pribadi yang kokoh dalam hidup, walau dicaci maki, difitnah, dibenci, adalah pribadi yang pribadinya menghujam ke bumi rendah hati. Sebaliknya pribadi yang rapuh adalah pribadi yang sombong dan terlalu berharap dari orang lain. Kebahagiaan yang sejati tidak datang dari orang kepada kita, tapi datang tatkala kita bisa berbuat untuk orang lain.

Kekuatan Iman

Bukankah ingin dihormati adalah standar dari manusia??? Benar, tapi kita harus berusaha membelokannya. Bagi kita cukuplah pujian dan penilaian Allah saja. Semakin kita tidak condong kepada duniawi, maka kita aan semakin bahagia dalam hidup. Karena itu, sesulit apapun situasi yang kita hadapi, maka kita harus mati-matian menjaga kehormatan diri.

Inilah yang dinamaan dengan kekuatan iman. Kita harus menjalani setiap langkah dengan penuh perhitungan, penuh perencanaan, dan penuh kemuliaan. Jika kita sanggup melakukan hal ini, kita tidak perlu takut mati kapanpun, karena itulah keberuntungan kita. takutlah kita jika hidup tergadai kemuliaannya. Kita harus berani tampil apa adanya.

Setiap kali kita mendapatkan sesuatu, maka pastikan harga diri kita lebih bernilai dari apa yang kita dapatkan. Saat kita mendapatkan uang, pastikan kemuliaan kita jauh lebih tinggi dari uang tersebut. Uang itu tidak lama, namun kehormatannya akan terus melekat. Keyakinan kepada Allah harus kita buktikan dengan selalu menjaga kehormatan. Moto kita, adalah melakukan yang terbaik bagi dunia dan bermanfaat bagi akhirat.

Inilah yang dimaksud dengan ma'rifatullah, mengenal Allah. Ma'rifatullah bukan tempat menyebunyikan kemalasan kita. Jangan menyembunyikan kelemahan dan kemalasan diri di balik kata sabar, tawakal, ridho, dan lainnya. Keimanan pada Allah harus diwujudkan dalam bentuk produktivitasnya. Ya, tujuan hidup kita adalah, mati di jalan Allah dengan terhormat dan mencapai surga-Nya kelak.

Wallahu a'lam bis showab...



Veshti, Solo 2009

Sahabat Perjuangan

Pertemuan kita kali ini
Bukan sekedar kawan lama tak jumpa
Tapi kita bertemu ada satu makna
Kita punya satu perjuangan

Andai ada kasih antara kita
Kita kembalikan kepada Yang Esa
Agar ia suci tulus dan ikhlas
semoga Alloh memberkati

Sambutlah tangan sahabat saudaramu
Pimpinlah ia melangkah bersama
Satukan hati kita teguhkan ia
Berdiri bersama untuk kebenaran

Perjuangan itu artinya berkorban
Berkorban itu artinya terkorban
Janganlah gentar untuk berjuang
Demi agama dan bangsa
Inilah jalan kita 
 
Tazakka